Afan gaffer mengatakan bahwa budaya politik Indonesia memiliki
3 ciri :
1.)
Hirarki yang tegar /ketat
Alam pikiran dan tatacara sopan santun di
eksperesikan sedemikian rupa sesuai dengan asal usul kelas masing”. Penguasa
dapat menggunakan bahasa “kasar” kepada rakyat kebanyakan. Sebaliknya, rakyat
harus mengekspresikan diri kepada penguasa dalam bahasa “halus”.
Dalam kehidupan politik, pengaruh stratifikasi
social semacam itu antara lain tercermin pada cara penguasa memandang diri dan
rakyatnya. Mereka cenderung melihat dirinya sebagai pamong/guru/pendidik bagi
rakyat. Mereka juga mencitrakan diri sebagai kelompok yang pemurah, baik hati,
dan pelindung. Namun, sebaliknya, mereka cenderung merendahkan rakyatnya;
karena penguasa sangat baik , pemurah dan pelindung, sudah seharusnya
rakyatpatuh, tunduk, setia dan taat kepada penguasa Negara.
2.)
Kecenderungan patronage
Antara dua individu, yaitu si Patron dan si Client, terjadi interaksi timbal balik dengan mempertukarkan wumber
daya yang dimiliki masing”. Si patron memiliki sumber daya berupa kekusaan,
kedudukan atau jabatan, perlindungan, perhatian dan kasihsayang, bahkan materi
(harta kekayaan, tanah garapan, dan uang) ; sedangkan si client memiliki sumber
daya berupa tenaga, dukungan, dan kesetiaan.
Pola hubungan patron-client tersebut akan
tetap terpelihara selama kedua belah pihak memiliki sumber daya tersebut. Kalau tidak demikian, masing”
pihak akan mencari orang lain entah sebagai paton ataupun sebagai klien.
Meski demikian, karena umumnya patron
memiliki sumber daya yang lebih besar dan kuat, pola hubungan semacam itu
cenderung lebih menguntungkan patron.
Dalam kehidupan politik, tumbuhnya politik
semacam itu tampak misalnya di kalangan
pelaku politik. Mereka lebih memilih mencari dukungan dari atas daripada
menggali dukungan dari basisnya.
3.)
Kecenderungan neo-patrimonialistik
Salah satu kecenderungan dalam kehidupan
politik di Indonesia adalah adanya kecenderungan munculnya budaya politik yang
bersifat neo-patrimonialistik; artinya,
meskipun memiliki atribut yang bersifat modern dan rasionalistik seperti
birokrasi, perilaku Negara masih memperlihatkan tradisi dan budaya politik yang
berkarakter patrimonial.
Cirri” organisasi atau birokrasi modern
yang dimaksud, diantaranya :
(1)
Adanya suatu struktur hirarkis yang melibatkan
pendelegasian wewenang dari atas ke bawah dalam organisasi; (2) adanya posisi”
atau jabatan” yg masing” mempunyai tugas & tanggung jwab yg tgas; (3)
adanya aturan”, regulasi”, & standar”
formal yg mengatur bekerjanya organisasi & tingkahlaku anggotanya;
dan (4) adanya personil yg secara teknis memenuhi syarat, yang dipekerjakan
atas dasar karir, dgan promosi yang didasarkan pada kualifikasi penampilan
(syukur Abdullah, 1991)
Menurut max weber, dalam Negara yg
patrimonalistik penyelenggaraan pemerintahan berada di bawah kontrol langsung
pimpinan Negara. Selain itu, Negara patrimonalistik memiliki sejumlah
karateristik sebagai berikut( afan goffar, 2002:117) :
a.
Kecenderungan utk mempertukarkan sumber daya yg
dimiliki seorang penguasa kpda tman’’nya.
b.
Kebijakan seringkali lbih bersifat
partikularistik dripda brsifat universalitik.
c.
Rule of law lebih bersifat sekunder bila
dibandingkan kekuasaan penguasa( rule of man)
d.
Penguasa politik seringkali mengaburkan antara
kepentingan umum dan kepentingan public.