Páginas

Minggu, 05 Januari 2014

Sinopsis I Miss You Episode 10 - 1


Melihat ada seorang wanita di dalam mobil yang baru saja keluar dari gerbang, Ibu memicingkan mata, ingin melihat dengan lebih jelas wanita itu.
Zoe buru-buru menyembunyikan wajahnya. Tapi ia tak kuasa untuk tak melihat ibunya. Semakin ibu mendekat, semakin Zoe menjadi Soo Yeon. Ia pun mengangkat wajahnya.


Ibu tersentak melihatnya. Tak butuh waktu lama baginya untuk dapat melihat siapa sebenarnya gadis itu. Dan ketika ibu menyentuh kaca mobilnya, Soo Yeon tak tahan lagi untuk tak menatap ibu yang tak pernah ia lihat selama 14 tahun ini.
Soo Yeon memalingkan mukanya lagi, kali ini menatap ibunya, sambil menangis. 
“Apakah kau tak tahu siapa aku?” tanya ibu takut Soo Yeon tak mengingatnya. “Apakah kau tak mengenaliku? Aku ibu Soo Yeon. Soo Yeon..”
Soo Yeon keluar dari mobil dan meminta ibu untuk masuk ke dalam mobil. Ibu pun mematuhi permintaan Soo Yeon, dan ia berjalan tanpa melepaskan pandangannya dari Soo Yeon, seakan takut putrinya menghilang lagi.
Jung Woo dan Harry masih bertatapan, dan mungkin akan selamanya jika tak ada Detektif Joon yang masuk dan memberitahukan kalau Zoe Lou dicekal untuk pergi keluar negeri. Harry yang mendengarnya sangat kaget dan marah dan bertanya, bukankah Zoe telah dilepaskan kemarin?
Jung Woo mencoba menjelaskan, tapi Detektif Joon menyelanya dan mengatakan kalau Zoe Lou masih menjadi tersangka. Jung Woo mencoba menenangkan Harry kalau setelah polisi menangkap pelakunya, Zoe akan dilepaskan saat itu juga.
Tapi Harry tetap marah dan mengatakan kalau ia akan berkonsultasi dengan pengacaranya.
Detektif Joon heran pada Jung Woo yang sangat menjaga perasaan Harry. Menurutnya menyukai seseorang bukanlah sebuah dosa. Jung Woo tak memberi jawaban apapun.
Atasan Jung Woo datang dan mengatakan surat pengantar untuk mencari alamat IP telah jadi, dan ia menyuruh Detektif Joon untuk pergi ke bagian informatika segera untuk mendapatkan alamat IP itu. Detektif Joon kesal tapi ia tetap pergi juga.
Sementara pada Jung Woo, atasannya memberitahu kalau nomor pertama yang ditelepon Sang Deuk setelah Ia mencopet handphone itu dari Zoe adalah nomor telepon ayah Jung Woo. Bukan kakaknya Sang Chul ataupun Jung Woo,
“Mengapa juga ia menelepon ayah korban sesaat setelah ia keluar penjara? Terutama setelah 14 tahun berlalu, bagaimana mungkin ia tahu handphone pribadi seseorang seperti ayahmu?”
Jung Woo terkejut dan teringat perkataan pemilik restoran yang mengatakan kalau Sang Deuk menelpon seorang Presiden Direktur.
Atasan Jung Woo tahu kalau tak mengenakkan bagi Jung Woo untuk menemui ayahnya. Tapi menurut Jung Woo, ia yang akan melakukannya, “Karena aku sendiri juga penasaran, ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.”
Jung Woo bersiap untuk pergi, tapi terdengar suara gemetar yang bertanya, “Ayah? Jadi.. kau adalah anak seorang presdir bank itu?” tanya Detektif Joon lebay, yang ternyata selama ini bersembunyi di bawah meja. 
Jung Woo tak mengatakan apapun, hanya berlalu pergi. Detektif Joon mencoba mengejarnya, tapi atasan Jung Woo menarik jaket Detektif Joon dan mencubit dan meremas mulutnya, “Tutup mulutmu, oke?” perintah atasannya.
LOL, setelah dicubit sekian lama, Detektif Joon hanya bisa terdiam. Jangan-jangan mulutnya tak bisa berubah, dan tetap mencong seperti itu.
Harry masih ada di lapangan parkir dan marah saat pengacaranya mengatakan kalau ia tak bisa berbuat apapun karena ia juga baru saja tahu. Tapi pengacaranya juga bertanya, mengapa Zoe belum menemuinya? Apakah Zoe sekarang bersama dengan Harry?
Kemarahannya berubah menjadi kekhawatiran. Ia segera membuka komputernya dan memeriksa CCTV. Dan ia melihat Soo Yeon masuk rumah bersama seorang wanita. 
Ibu ragu-ragu saat masuk dan melihat rumah Soo Yeon sebesar ini. Refleks ia melepaskan sepatu, tapi melihat Soo Yeon masuk tanpa melepas sepatu, ibu menjadi bingung. Apakah ia harus melepaskan sepatu?
Tapi ibu memang wanita Korea. Ia memilih melepaskan sepatu dan meletakkan di dekat tangga, karena tak ada rak sepatu di depan pintu lift.
Ibu mengamati Soo Yeon dari ujung kaki ke ujung rambut, tapi Soo Yeon mencoba bersikap dingin dan meminta ibu untuk bicara dan mengungkapkan maksud kedatangannya.
Ibu tersenyum canggung, dan bingung harus berkata apa. Akhirnya, walau air matanya mengalir turun, tapi ia memaksakan senyum pada Soo Yeon dan memuji kuku Soo Yeon yang sangat cantik.
Mendengar pujian itu, Soo Yeon malah malu seakan rendah diri, dan menyembunyikan kuku-kukunya. Ia tak berani memandang ibu yang masih tetap menangis namun memuji kulitnya yang halus dan bahkan berkata, “Sepertinya kau tak banyak menderita sekali hidup di suatu tempat di sana. Tangan dan rambutmu juga tampak cantik.”
Pertahanan Soo Yeon jebol dan ia menangis mendengarnya. Ibu pun juga menangis apalagi mendengar Soo Yeon tiba-tiba berkata berulang-ulang, “Akulah yang bersalah.. akulah yang bersalah.”
Dan ingatan ibu kembali 14 tahun yang lalu, saat ia memukuli Soo Yeon, menyuruhnya untuk mati bersamanya dan Soo Yeon memohon-mohon kalau ialah yang bersalah. Dan itu membuat tangisnya pecah.
“Kesalahan apa yang telah kau lakukan?” ibu segera berlutut dan menggenggam tangan Soo Yeon, menangis menyesali semua yang terjadi, “Kau adalah gadis yang kuat. Kau tetap hidup walau apapun yang telah terjadi. Kau masih hidup. Itulah yang terpenting.”
Soo Yeon semakin menangis tersedu-sedu dan memohon pada ibunya, “Ibu.. aku tak dapat kembali. Aku.. tak ingin kembali menjadi Lee Soo Yeon lagi.”
Ibu terpana mendengarnya. Tapi ia tahu kalau sangat konyol baginya jika ia mencoba untuk meminta Soo Yeon kembali walau ia tak sanggup menghidupi Soo Yeon dengan berkecukupan. Maka, ia tersenyum menenangkan kalau Soo Yeon tak perlu kembali, “Jangan kembali. Tak ada.. tak ada yang tahu bagaimana ayahmu, kan? Tak ada orang yang tahu ‘mimpi buruk’ apa yang telah kau alami?”
Soo Yeon menggeleng, memastikan kalau tak ada yang tahu. Mendengar kepastian itu, ibu menguatkan diri, bangkit dan berkata,
“Oke.. Aku.. aku tak pernah menemuimu. Anakku Soo Yeon sudah mati. Tak ada yang tahu, kan? Jadi semuanya tak masalah.. kau jangan kembali. Jangan kembali.”
Ibu buru-buru pergi ke ruang lift, dan memencet tombolnya. Soo Yeon kaget melihat reaksi ibu.  
Ia memanggil ibu, tapi ibu segera masuk ke dalam lift dan melambaikan tangannya, mengisyaratkan pada Soo Yeon untuk tak mengikutinya, “Jangan kembali.. jangan kembali.”
Dan pintu lift pun tertutup meninggalkan Soo Yeon yang terduduk lemas dan sepatu ibu yang lupa dipakai. Soo Yeon menangis tersedu-sedu.
Ibu pergi, tak menyadari ia hanya memakai kaos kaki saat menapaki jalan yang beselimut salju. Namun ia teringat sesuatu, “Jung woo.. Bagaimana dengan Jung Woo-ku?”
Ibu terduduk lemas, menyadari restunya pada Soo Yeon untuk tak kembali akan membuat Jung Woo-nya terluka. Tapi jika Soo Yeon kembali, maka Soo Yeon lah yang akan terluka. “Jung Woo.. Apa yang harus kulakukan?”
Ia menyayangi putri kandungnya, Soo Yeon, tapi ia pun juga menyayangi putra yang sekarang ia miliki, Jung Woo. Bagai mendapat buah simalakama, ibu hanya bisa menangis menyesali apa yang sudah terjadi.
Soo Yeon melihat sepatu ibu masih tergeletak di sana, membuat ia khawatir. Tanpa pikir panjang ia berlari  keluar rumah, tak menyadari Hyung Joon datang dan langsung pergi saat ada taksi lewat.
Tae Joon membaca dokumen laporan polisi tentang penangkapan Zoe dan membaca kalau Zoe adalah yatim piatu.  Sekretarisnya Yoon menambahkan kalau orang tua mereka meninggal karena kecelakaan dan diasuh oleh seorang wali dan Sekdir Nam berkata kalau ia sedang menyelidiki hubungan pribadi antara Harry dan Zoe.
Tapi bertanya apa sekretarisnya itu masih percaya pada Sekdir Nam? Ia menduga kalau Harry Borrison pasti membuat identitas baru, “Cari tahu tentang kehidupan Harry dan wanita itu sebelum mereka diadopsi dan undang mereka ke rumah untuk membuat perjanjian investasi. Aku ingin melihat dari dekat orang seperti apa mereka itu.”
Di lobi kantor, Jung Woo sudah menunggu kedatangan dan ingin berbicara sebentar padanya. Tapi Tae Joon tetap berjalan membuat Jung Woo memanggilnya, “Ayah.” Tae Joon hanya menjawab singkat, “Anakku telah mati. Jangan pernah muncul di hadapanku lagi.” Dan Tae Joon pun berlalu pergi.
“Kau bahkan bisa menelepon Kang Sang Deuk selama 5 menit tapi kau tak dapat memberikanku waktu satu menit saja?” tanya Jung Woo menghentikan langkah ayahnya. Tae Joon berbalik dan Jung Woo pun bertanya padanya, “Apakah Sang Deuk mengancam dan memerasmu untuk uang?”
“Bagaimana mungkin orang rendahan seperti dia bisa mengancamku?” tanya Tae Joon sombong.
Tapi itulah inti pertanyaan Jung Woo, “Lantas bagaimana mungkin orang yang ditelepon Kang Sang Deuk pertama kali setelah 14 tahu di penjara adalah ayah?” Tae Joon terdiam tak bisa menjawab, maka Jung Woo pun melanjutkan, “Aku harus melaporkan ini pada manajeman, jadi ayah memberitahukanku alasannya.”
Tae Joon marah mendengarnya dan ia menampar dan Jung Woo dengan amplop yang ia pegang sehingga amplop itu terjatuh. Dan Jung Woo melihat isi amplop itu. 
Tapi Tae Joon sudah emosi dan mengatai-ngatai Jung Woo yang dianggapnya sebagai polisi yang tak becus. “Kenapa harus memberitahukan padamu? Polisi dari dulu sampai sekarang sama saja. Kalian para polisi masih tak dapat menemukan Lee Soo Yeon walau sudah berusaha setengah mati.”
Jung Woo tersenyum menatap ayahnya, “Lee Soo Yeon.. akhirnya ayah mengakui kalau Lee Soo Yeon belum mati. Polisi yang memberikan laporan ini pada ayah, tak semua polisi seperti itu. Jika ayah tak mau berbicara padaku, aku akan mengirimkan orang lain untuk memeriksa ayah besok pagi. Bersiaplah.”
Jung Woo berbalik dan pergi. Tapi ia berhenti saat ayahnya mengatainya lagi, “Anak gila.” 
Maka ia berbalik marah dan mengatakan kalau ia belum gila. Ia masih menyimpan pertanyaan tentang siapa yang membakar gudang  tempat ia dan Soo Yeon disekap. Ia juga menyimpan pertanyaan tentang handphone yang seharusnya juga ikut terbakar, mengapa malah ada di laci ayahnya. Ia yakin kalau Soo Yeon masih tapi kenapa ayah malah mengatakan kalau ia sudah mati?
“Dan aku selalu bertanya-tanya, apakah yang ayah lakukan itu memang demi kebaikanku? Jika aku sudah gila, maka aku akan datang pada ayah dan bertanya tentang alasan ayah sebenarnya.”
Tae Joon tak dapat menjawab, malah berbalik pergi. Jung Woo melihat kepergian ayahnya, tak mengejarnya. 
Ia mencoba menenangkan perasaannya. Dan handphonenya berbunyi. Dari Eun Joo.
Jung Woo pulang ke rumah dan melihat ibu duduk di kamarnya dengan mabuk dan kakinya kotor dan beku karena kedinginan. Ia langsung mengambil handuk dari tangan Eun Joo dan menggantikannya membersihkan kaki ibu. Tapi ibu masih tetap minum dan mabuk.
Eun Joo mengambil botol dari tangan ibu, dan mengatainya pemabuk. Jung Woo memeluk ibu dan meminta Eun Joo untuk tak mengatai ibu seperti itu. 
Tapi ibu malah berdiri dan membuka lemari Jung Woo dan melemparkan semua baju-bajunya. Eun Joo mencoba menahan ibu dan memberitahu alasan ibu mabuk karena ibu menyadari kalau gadis itu bukanlah Soo Yeon. 
Jung Woo menyadari kalau itu berarti ibu sudah bertemu dengan Zoe. Ia langsung berdiri dan meminta Eun Joo untuk menunggunya di luar.
Di dalam, Jung Woo mengakui kalau semua ini adalah kesalahannya karena ia belum dapat menemukan Soo Yeon. Ibu hanya perlu memukulnya seperti waktu ia remaja dulu. Ibu pun memukul Jung Woo namun pukulan itu tak bertenaga, dan ibu malah menangis. Jung Woo meminta ibu untuk memukulnya keras-keras seperti dulu lagi.
Tapi ibu malah semakin menangis memeluk Jung Woo, “Jung Woo.. apa yang harus kulakukan sekarang? Apa yang harus kulakukan?”
Dan ibu pun terjatuh dan menangis di lantai. Jung Woo pun memeluk ibu dan menepuk-nepuk punggungnya, “Karena kita sudah menunggu cukup lama, mari kita tunggu lebih lama lagi. Menangislah. Dan sebagai gantinya, ketika aku ingin menangis, berjanjilah untuk tetap berada di sisiku, ya?”
Jung Woo pun terus menepuk-nepuk punggung ibu, menenangkannya. 
Malam harinya, Jung Woo pergi membeli obat dan berpesan pada Eun Joo untuk tak membangunkan ibu. Di tangga ia melihat tulisan Aku merindukanmu milik Soo Yeon.
Dan ia berkata pada tulisan itu dan tersenyum dengan bersemangat, “Zoe? Aku.. paling menyukai Lee Soo Yeon!”
Soo Yeon berjalan menuju rumahnya. Dan melihat lampu jalanan mulai berkedip-kedip, hatinya menjadi bimbang. Ia ingin berbalik pulang. Tapi ia juga melihat Jung Woo datang. Buru-buru ia menyembunyikan diri.
Ia mengintip Jung Woo yang berdiri di bawah lampu dan mulai menghitung lampu itu untuk mati, “Lima.. empat.. tiga.. dua..” dan ia mengacungkan telunjuknya, “..satu!” Tapi lampu itu tidak mati, hanya meredup. 
Jung Woo kesal melihatnya, “Ahh.. kenapa kau juga memberiku masalah? Apaka kau adalah Lee Soo Yeon? Ini semua adalah salahmu. Soo Yeon terlalu takut datang kemari karena kau selalu berkedip-kedip seperti itu. Bukankah ia telah mengatakan padamu kalau berkedip-kedip sepertiitu lebih menakutkan daripada tetap gelap?”
Soo Yeon tersenyum mendengar omelan Jung Woo yang kali ini menunjuk-nunjuk lampu itu, memerintahkannya untuk berlaku benar. Soo Yeon tersenyum geli melihat lampu itu sepertinya patuh pada Jung Woo dan sekarang menyala terang.
Ia buru-buru bersembunyi, melihat Jung Woo berlari ke arahnya. Dan ia pun mengikuti Jung Woo pergi.
Jung Woo ternyata pergi ke taman bermain mereka dan mengintip Jung Woo yang bermain jungkat-jungkit sendiri. Jung Woo pergi dari satu sisi, ke sisi lainnya. Soo Yeon hampir berteriak melihat Jung Woo yang akan terjatuh. 
Saat Jung Woo sudah berdiri di tengah dan kedua kakinya mulai berjungkat-jungkit, tanpa sadar Soo Yeon tersenyum dan membentangkan tangannya seperti Jung Woo dan kakinya pun mulai mengikuti irama jungkat-jungkit kaki Jung Woo.
Tiba-tiba Jung Woo turun dan berlari ke arahnya. Soo Yeon panik dan menyembunyikan diri. Ternyata Jung Woo tak melihatnya, ia hanya menghampiri ayunan dan mengayunkan ayunan kosong itu dan tersenyum. 
Air mata di mata Soo Yeon sudah merebak, karena ia tahu apa yang membuat Jung Woo tersenyum, Jung Woo pernah mengayunkannya saat remaja dulu.
Tiba-tiba ada suara handphone berbunyi. Soo Yeon bersembunyi lagi dan buru-buru mengeluarkan handphonenya. Tapi ternyata tak hanyahandphonenya yang berbunyi, tapi handphone Jung Woo. Ternyata alarm mereka berbunyi. Dan bunyinya adalah lagu Magic Castle, lagu yang sering dinyanyikan Jung Woo di karaoke bar yang kurang lebih liriknya seperti ini:  Tak masalah jika kau membenciku. Jadi bisakah kau memikirkanku satu menit saja setiap harimu.
Soo Yeon mendengar Jung Woo menyanyikan lagu itu, dan ia pun menangis. Jung Woo masih tak menyadari ada penonton yang melihatnya, dan ia pun menyanyi sepenuh hati (tapi nadanya tak penuh). Saat lagu berakhir, ia menirukan suara mesin karaoke yang akan memberikan skor menyanyinya.
Tapi pada saat itu, ia melihat Soo Yeon. Ia melihat Soo Yeon yang juga melihatnya, memilih untuk pergi secepatnya. Jung Woo kaget melihat sosok Soo Yeon dan segera membuntutinya. 
Soo Yeon tak menyadari kalau Jung Woo berjalan di belakangnya karena ia sibuk menenangkan hatinya yang kacau. Saat melihat taksi lewat, Soo Yeon segera memberhentikan dan masuk ke dalamnya. 
Jung Woo mencoba mengejarnya, tapi taksi itu sudah pergi. Tapi Jung Woo tak kecewa, ia tersenyum dan menggumamkan nama gadis itu, “Soo Yeon ah…” 
Hmm… dan tidak mengejarnya? Kenapa tak dikejar, Jung Woo?
Soo Yeon duduk di kedai, minum soju sambil memperbaiki sepatu ibu yang rusak. Ada telepon dari Harry yang bertanya dimana Zoe sekarang. Ia menyapa Harry, tapi tak dapat menyembunyikan bunyi cegukannya karena mabuk. Dan Harry mendengarnya dan bertanya apakah ia perlu menjemput Zoe sekarang?
Soo Yeon tertawa dan mengatakan tak perlu, karena ia sudah akan pulang dan ia sekarang berada di tempat yang Harry benci. Ia akan segera pulang. Harry memintanya untuk berhati-hati dan menutup teleponnya. 
Ternyata Hyung Joon ada di mobil, sedang mengawasi Soo Yeon. Ia tersenyum geli melihat Soo Yeon yang dalam keadaan mabuk, mengejar kantong plastik yang diterbangkan angin. Ia terus memperhatikan Soo Yeon dari jauh.
Namun senyumnya hilang saat melihat Jung Woo keluar dari dalam kedai dan menaruh sepatu yang tadi jatuh dan meletakkan di atas meja. Ia melihat Jung Woo memperhatikan Soo Yeon dari jauh dan kemudian meninggalkannya.
Soo Yeon telah berhasil menangkap kantong plastik itu dan melihat kalau sepatu yang tadi jatuh sekarang ada di atas meja. Heran melihat sepatu itu sudah terjajar rapi di meja, tapi tak cukup membuatnya penasaran.
Ia hanya menatap sepatu itu dengan sayang sambil menuangkan soju ke gelasnya lagi. Ia tak menyadari kalau ada dua pria yang memperhatikannya.
Jung Woo memperhatikan Soo Yeon tapi tak melihat keberadaan Hyung Joon. Ia tersenyum melihat Soo Yeon yang tersenyum dengan tenang dan berkata dalam hati, “Melihat bagaimana kau tersenyum, itu berarti kau bahagia kan telah melihat ibumu? Benar, Soo Yeon. Hapus semua kenangan burukmu dan kau dapat membuat kenangan yang baru. Hanya kenangan baik.”
Jung Woo mengangkat tangannya, menyihir Soo Yeon lagi untuk menghapus kenangan buruknya.
Dan Hyung Joon melihatnya. Ia melihat gerakan tangan Jung Woo yang sama dengan gerakan tangan Soo Yeon saat mengatakan kalau ia memiliki kemampuan untuk menghilangkan semua kenangan buruk.
Dan kelihatan kalau Hyung Joon tak nampak senang melihatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Templates grátis free