Páginas

Minggu, 05 Januari 2014

Sinopsis I Miss You Episode 20 - 1


Hyung Joon yang melihat senyum Jung Woo yang terlihat puas, menduga  kalau Jung Woo sudah menemukan buktinya. Bukannya takut, ia malah tersenyum dan turun dari sepeda, memasang earpiece di telinganya.

Mendadak ada beberapa mobil hitam datang yang mengepung Hyung Joon. Mereka bukan polisi yang datang untuk menangkap Hyung Joon,  mereka malah preman yang datang untuk mengawal Hyung Joon.
Atau mengepung Jung Woo. Preman-preman itu mengelilingi mobil Jung Woo dengan membawa tongkat, siap untuk menghajar. Jung Woo buru-buru mengunci mobilnya dari dalam, dan berbisik pada Soo Yeon kalau Soo Yeon harus berpegangan erat.
Handphone Jung Woo berbunyi . Dari Hyung Joon. Jung Woo memasang speakerphone dan berkata, “Bocah, apa kau takut padaku? Kau tak percaya diri untuk berkelahi denganku?”
Hyung Joon berkata kalau ia tak perlu berkelahi dengan Jung Woo, “Aku hanya ingin mengambil Zoe.”
Soo Yeon terbelalak ketakutan mendengarnya. Jung Woo mengingatkan Hyung Joon yang katanya ingin hidup di dunia yang tanpa ada Soo Yeon. Mengapa sekarang berubah pikiran?
Tetap tersenyum, Hyung Joon menjawab kalau ia mengikuti saran Jung Woo yang katanya orang tak bisa hidup sendirian di dalam surga. Soo Yeon yang ikut mendengar jawaban Hyung Joon menyuruh Hyung Joon menghentikan semuanya ini dan bertanya apa yang Hyung Joon akan lakukan setelahnya.
Hyung Joon mengajak  Soo Yeon untuk mulai dari awal lagi, sama seperti 14 tahun yang lalu. Setelah ibunya meninggal, ia harus lari dengan membawa semua uang itu. Apakah Soo Yeon masih mengingat janji mereka, “Jika kau tak pergi, aku juga tak akan pergi.”
Tapi Soo Yeon sudah tak tertipu lagi dengan kata-kata itu. Jung Woo berkata, kalau Hyung Joon ingin memiliki hati Soo Yeon, Hyung Joon harus meminta maaf dulu karena telah membuat Soo Yeon sebagai tersangka, “Apa kau pikir dengan membawa preman adalah jalan keluarnya?”
Hyung Joon tersenyum dan berkata kalau preman-preman ini adalah preman suruhan ayah Jung Woo, Han Tae Joon. Seakan mengejek, Hyung Joon bertanya, apakah sekarang Jung Woo masih kasihan pada ayahnya? Ayah yang tak pernah peduli apakah anaknya hidup atau mati, yang mau melakukan apa saja demi uang.
Jung Woo tertawa tak percaya melihat preman-preman yang ternyata adalah suruhan ayahnya ini mengepung mobilnya. Dan betapa terkejutnya ia mendengar kata-kata Hyung Joon selanjutnya, yang persis dengan apa yang ia katakan pada Soo Yeon saat berdua di rumah Hyung Joon. Yang mengatakan kalau ia kasihan pada ayahnya yang tak pernah berlibur, membelanjakan uangnya, atau naik mobil baru.
Aisshhh.. ternyata saat itu, Hyung Joon juga mengintai mereka lewat CCTV.
Hyung Joon bertanya apa Jung Woo akan memborgol tangan ayahnya? Jung Woo berkata kalau ayahnya memang melakukan kejahatan, ayahnya tetap harus mendapat hukumannya. Hyung Joon tersenyum, puas akan jawaban Jung Woo. Ia sekarang dapat pergi dengan tenang dan seakan ingin mengajak Soo Yeon jalan-jalan,  pada Soo Yeon ia berkata, “Kita tak punya banyak waktu, Zoe. Keluarlah.”
Soo Yeon menyergahnya, mengatakan kalau ia bukanlah Zoe, tapi Soo Yeon. Kata-kata itu membuat muka Hyung Joon keruh dan meminta Soo Yeon untuk tak membuatnya marah. Ia menyuruh Soo Yeon untuk keluar sekarang juga.
Soo Yeon tetap tak mau dan Jung Woo malah menyuruh Hyung Joon untuk segera melarikan diri karena sebentar lagi  polisi akan datang. Tapi Hyung Joon tak berniat untuk melarikan diri. Ia menyuruh para preman itu untuk mengeluarkan Zoe dari mobil.
Para preman itu langsung mengerubungi mobil Jung Woo, memukuli mobil itu dan mencoba membuka paksa pintu mobilnya. Soo Yeon langsung gemetar ketakutan, dan berteriak saat  ada preman yang itu memukul kaca mobil hingga retak.
Jung Woo buru-buru memeluk Soo Yeon, melindunginya dari pecahan kaca yang mungkin jatuh. Tak dapat membiarkan hal ini terjadi. Ia menatap geram pada Hyung Joon yang tak berkedip sedikitpun melihat Soo Yeon berteriak ketakutan. Pada Hyung Joon yang masih belum menutup teleponnya, ia memberi ultimatum kalau ia akan bertindak pada hitungan ketiga.
“Han Jung Woo.. akan membunuh orang?” tanya Hyung Joon menantang. Bagi Hyung Joon, mustahil Jung Woo dapat lepas dari kepungan preman tanpa menabrak satu dari mereka.
Tapi Jung Woo tak berniat untuk membunuh siapapun. Ia menyuruh Soo Yeon untuk berpegangan, dan iapun memundurkan mobilnya. Para preman itu tetap menyemut di mobilnya, naik ke kap dan bagasi mobil untuk menghentikan mobil itu. Tapi percuma, karena semakin Jung Woo mempercepat mobilnya, para preman itu mulai berjatuhan.
Walau mereka sudah bisa lepas dari kepungan para preman itu, tapi mereka masih dikejar oleh mobil-mobil preman itu.
Untungnya ada banyak polisi yang datang. Walau masih gemetar, Soo Yeon meminta Jung Woo untuk mengejar Hyung Joon, karena ia baik-baik saja. Setelah menyuruh satu polisi untuk menemani Soo Yeon, Jung Woo dan polisi lain pun bersiap menghajar para preman itu.
Preman yang mengejar Jung Woo kali ini mundur melihat gerombolan polisi datang menyerang mereka. Perkelahian pun terjadi dan polisi berhasil menangkapi mereka. Jung Woo yang ikut menghajar, mencari-cari Hyung Joon. Ia berteriak frustasi menyadari Hyung Joon sudah melarikan diri.
Dengan sepedanya, ternyata Hyung Joon  mendatangi mobil Soo Yeon. Ia membuka pintu mobil itu, mengagetkan Soo Yeon. Tapi pintu itu terkunci. Polisi yang tak tahu kalau Hyung Joon adalah penjahat yang dicari, malah membuka jendela mobil, bertanya ada apa.
Soo Yeon berteriak, panik dan ketakutan, dan menahan jendela itu, seakan itu adalah tamengnya. Dengan gementar, ia memohon “Jangan ..  Jangan.. “
Hyung Joon kaget melihat reaksi Soo Yeon yang ketakutan dan bertanya apa maksud Soo Yeon. Tapi Soo Yeon sudah terlalu ketakutan dan berulang-ulang meminta Hyung Joon untuk pergi dan berkata kalau Hyung Joon telah mencoba membunuhnya.
Jung Woo yang kembali, melihat Hyung Joon ada di dekat mobilnya. Ia berteriak memanggil polisi untuk menahan Hyung Joon. Tapi Hyung Joon yang melihat Jung Woo, buru-buru pergi.
Jung Woo mengejarnya dan berhasil menarik ransel Hyung Joon. Sayangnya ada satu mobil preman datang dan satu preman di dalam mobil, keluar menghalangi Jung Woo, sehingga Hyung Joon bisa lolos. Tanpa ransel, dan hanya tongkat di tangan, Hyung Joon pun masuk mobil.
Dan mobil itu pun pergi meninggalkan Jung Woo.
Jung Woo dan Detektif Joo memeriksa isi tas Hyung Joon. Tapi isinya hanya headphone, foto mereka berdua dan dua buah USB. Heran dengan isi tas Hyung Joon yang isinya hanya itu, Jung Woo bertanya apakah barang-barang ini dapat dijadikan bukti? Detektif Joo menjawab kalau mereka telah menemukan bukti di dalam rumah Hyung Joon.
Ternyata kotak yang selalu dilihat oleh Hyung Joon di kamar mandi itu ada di bawah bathtub. Bersama Kakek Choi, mereka juga menemukan dua botol obat dan MP3 player.
Mengamati foto Harry-Zoe, Jung Woo mengatakan kalau obsesi Hyung Joon bukanlah ibunya, melainkan Soo Yeon, jadi kecil kemungkinannya kalau Hyung Joon akan menyerah. 


Detektif Joo berpendapat kalau obsesi Hyung Joon adalah penyakit dan tak heran kalau Hyung Joon menjadi bipolar.  Jung Woo meminta agar kasus ini tak memakan waktu lebih lama lagi, karena akan semakin berat bagi Soo Yeon. Seniornya pun meyakinkan dan memberi semangat pada Jung Woo, kalau mereka pasti bisa memborgol Hyung Joon jika Hyung Joon terus mengejar Soo Yeon.

Eun Joo membawakan makan untuk mereka dan memberitahu kalau Soo Yeon sedang bersama ibu. Menduga ada perkembangan yang terjadi, Eun Joo bertanya apakah Jung Woo sudah mengetahui pembunuh ayahnya?

Jung Woo memandang seniornya, enggan untuk bercerita. Detektif Joo yang menjawab kalau Soo Yeon belum tahu akan hal ini, tapi Eun Joo mengatakan kalau  ia tak akan memberitahu pada Soo Yeon. Ia meminta  Jung Woo untuk menangkap pembunuh itu hidup-hidup karena ia akan membalas perbuatan penjahat itu.

Jung Woo mengiyakan permintaan Eun Joo dan ia berdiri karena ia ingin mulai mengejar dan menangkap penjahat itu.

Ibu menyelimuti Soo Yeon yang merasa senang dapat bersama ibunya dan rasanya ia seperti menjadi bayi lagi. Ibu tersenyum mendengar ucapan Soo Yeon dan berkata kalau ia tak punya banyak waktu untuk memandangi Soo Yeon saat bayi, karena ia harus bekerja di sore hari dan selalu lari saat bertengkar dengan suaminya.

Soo Yeon memandangi kaki ibunya yang tertutup kaos kaki. Seperti Jung Woo yang pernah memegang kakinya, Soo Yeon pun memegang kaki ibu dan berkata kalau ibu pasti memiliki banyak luka di kakinya karena sering kabur bersamanya tanpa alas kaki.

Kembali mengingat pengalaman yang menyedihkan itu, ibu menyadari kalau ia tak pernah bisa melupakan saat ia dipukuli oleh suaminya. Dan ia selalu teringat kenangan itu lagi jika ada sesuatu yang buruk sedang terjadi padanya.

Kata-kata itu membuat Soo Yeon menyadari kalau iapun juga seperti itu. Kenangan saat ia diinjak-injak ayahnya muncul di ingatannya saat ia mengalami kejadian di gudang 14 tahun yang lalu. Ia ingin mengatakan kalau di hari itu tak terjadi apapun. Tapi setiap kali sesuatu yang tak wajar terjadi padanya, kenangan buruk itu selalu teringat lagi, “Hari ini saat preman-preman itu mulai mencoba membuka paksa jendela mobil, kenapa aku malah teringat akan kenangan itu, ya? Bukankah itu aneh?”

Mendengar Soo Yeon bercerita tentang penderitaannya ketika ayahnya hidup, penderitaannya di malam 14 tahun yang lalu, dan kejadian hari ini yang merupakan bagian dari penderitaannya, ibu menangis. Ia menangisi Soo Yeon yang selama ini sudah banyak menderita dan menjadi korban, “Seberapa besar rasa marahmu? Seberapa besar engkau terluka?”

Buru-buru Soo Yeon bangun dan berkata kalau ia menceritakan ini bukan untuk membuat ibu menangis, “Bahkan setelah semua yang terjadi, Jung Woo malah berterima kasih padaku karena aku tetap hidup. Ia berterima kasih padaku karena membuatnya tetap menunggu.”

Soo Yeon tersenyum menahan air matanya saat berkata kalau saat ia bersembunyi (menjadi Zoe), ia selalu merasa kalau ia berdosa, tapi sekarang tidak lagi, “Dan itu membuatku sangat bahagia.”
“Tentu… Tentu saja,” ibu tetap menangis walau Soo Yeon sudah tersenyum.

“Bagaimana mungkin ini adalah dosamu? Aku yang berdosa karena semua ini adalah kesalahanku. Kalau saja aku memintamu untuk tak pergi. Kalau saja aku menyuruhmu untuk memakai celana panjang jika kau pergi. Selama 14 tahun ini, kalau saja-kalau saja itu selalu berputar di otakku.“

Soo Yeon meminta ibu untuk tak berpikiran seperti itu lagi Karena itu bukan juga kesalahan ibu. Ibu mengangguk, tak ingin membuat putrinya menjadi sedih dan berkata kalau mereka harus melupakannya. Dan jika Soo Yeon mulai teringat hal itu lagi, ibu menyuruh Soo Yeon untuk mengatakan padanya, sehingga mereka bisa menyumpahi kenangan itu  atau berteriak keras-keras bersama-sama.

Soo Yeon setuju dan memeluk ibunya.

Jung Woo keluar dari kamar, dan akan masuk ke kamar Soo Yeon saat mendengar Soo Yeon berkata pada ibu kalau Jung Woo sangat menjaga ibu. Dengan antusias ibu mengiyakan dan berkata kalau Jung Woo adalah putranya.  



Mulanya Jung Woo tersenyum mendengar pujian ibu. Tapi senyumnya memudar dan malah sedih saat ibunya berkata kalau ibu tak memahami  keluarga Jung Woo yang tak melihat betapa berharganya Jung Woo, dan malah menyingkarkannya, “Bahkan ibu yang tak punya otak sepertiku saja merasa hampir mati saat kau menghilang. Tapi orang tua Jung Woo? Baru pertama kali ini aku melihat kejadian seperti itu. Kadang-kadang aku ingin tahu seperti apa mereka itu.”
Jung Woo tak jadi masuk, dan berdiri di luar saja.

Saat Soo Yeon duduk bersila di depan meja, Jung Woo masuk dan langsung memutar Soo Yeon sehingga menghadap ke arahnya. Ia mengagetkan Soo Yeon dengan tiduran di pangkuannya. Soo Yeon kaget melihat sikap Jung Woo yang tiba-tiba seperti itu. Bukankah tadi katanya  Jung Woo akan pergi menemui ayahnya?

Jung Woo menjawab kalau tadi ia sudah keluar rumah, tapi ia kembali lagi dan tak mau pergi,”Apakah lebih baik aku beristirahat hari ini dan menemuinya besok?”

Sambil mempermainkan rambut Jung Woo, Soo Yeon berkata kalau Jung Woo saat ini berusia 15 tahun, pasti ibunya akan mengomeli habis-habisan. Jung Woo berkata kalau diomeli adalah asal kekuatannya.



Ha! Kayanya sama deh dengan saya. Kalau sudah diomeli ibu, baru  saya langsung berangkat.

Ingin tahu bagaimana Jung Woo dibesarkan selama ini, Soo Yeon bertanya siapa yang menemani Jung Woo saat kelulusan SMP? Apakah ibunya (yang mungkin sudah melunak karena sudah setahun berlalu)?

Jung Woo menjawab kalau semua anak berangkat sendiri, dan ia sudah mandiri sejak ia tinggal sendiri di Amerika saat ia berusia 8 tahun. Ia juga mandiri, bahkan dekat dengan para guru.



Mendengar Jung Woo selalu sendiri membuat Soo Yeon menatap Jung Woo iba. Dan Jung Woo pun menyadarinya dan menepuk dahinya keras.Ia meminta  Soo Yeon mengulang pertanyaannya sekali lagi, karena ia akan menjawabnya dengan berbeda (agar Soo Yeon tak mengasihaninya)
Dengan lembut, Soo Yeon berkata kalau ia memang kasihan pada Jung Woo, tapi ia suka kalau ia bisa menghiburnya. Dan ia pun menarik Jung Woo bangun, membuat Jung Woo bingung.

Soo Yeon meminta Jung  Woo untuk pergi sekarang dan segera kembali. Jung Woo akan semakin tak nyaman jika ia menunda-nunda kepergiaannya untuk bertemu dengan ayahnya.

“Pergi dan temui ayahmu dan ibumu sekaligus. Jika hasilnya mengecewakanmu,” Soo Yeon menepuk lantai yang mereka duduki, “datanglah padaku. Banyak yang sudah menunggumu di sini. Ibu, Eun Joo, istrimu.. err maksudku Detektif Joon. Dan aku tak perlu disebut, pasti aku selalu menunggumu.”


Jung Woo tersenyum dan mengacak-acak rambut Soo Yeon dan meminta Soo Yeon untuk menunggunya. Kalau boleh jujur, ia sekarang takut. Padahal saat ia meninggalkan gudang saat ia meningalkan Soo Yeon, ia sudah berjanji untuk tak takut lagi. Tapi ia sekarang takut melihat kesalahan apa saja yang diperbuat ayahnya.
Soo Yeon membesarkan hati Jung Woo dan berkata kalau bagaimanapun juga Jung Woo akan tetap pergi. Jung Woo mengangguk dan berkata kalau perasaannya mengatakan ayahnya tahu dimana tempat persembunyian Hyung Joon. Rasanya sangat menyenangkan jika ayahnya berada di pihaknya untuk kali ini saja.

Oh.. kayanya memang tak sekalipun Tae Joon pernah memihak putranya sendiri, ya..



Hyung Joon yang berhasil lolos, buru-buru masuk ke sebuah kamar dan menguncinya dengan gembok. Ia sangat ketakutan, tapi ingatannya tetap kembali pada Soo Yeon yang sangat ketakutan di dalam mobil saat melihatnya.



Hyung Joon menelepon kakak tirinya, dan mengatakan kalau ia tak berhasil membawa Soo Yeon lari. Dan ia akan memberikan uang miliknya pada Tae Joon jika Tae Joon membawa Soo Yeon ke hadapannya secara langsung. Tak peduli bagaimanapun caranya.



Tae Joon tentu saja kesal. Dan kekesalannya semakin bertambah karena ia melihat surat cerai dari istrinya yang sudah distempel. Ia meremas surat cerai itu dan membuangnya ke lantai.



Jung Woo menemui Mi Ran terlebih dulu. Mi Ran pun menyesali semua yang telah ia lakukan. Mulanya ia menikahi Tae Joon bukan karena uang. Ia pun juga awalnya berniat memperlakukan Jung Woo dengan baik. Ia tak tahu bagaimana ia bisa seperti ini.



Ia juga merasa sangat menyesal pada Soo Yeon. Jung Woo yang biasanya berkata ceplas-ceplos pada ibu tirinya, sekarang berkata lembut dan menggunakan bahasa jeonmal, mengatakan walau Mi Ran baru mengatakannya sekarang, tapi ia tetap berterima kasih.



Mi Ran mengungkapkan ketakutan akan nasibnya dan Ah Reum nanti. Karena walau ia memutuskan untuk bercerai dengan Tae Joon, tapi ia tetap takut pada Tae Joon. Bahkan ia lebih takut pada Hyung Joon.



Jung Woo menenangkan Mi Ran dan memintanya menceritakan hubungan Kang Hyun Joo dan Kang Hyung Joon sehingga terlibat dengan masalah ayahnya. Ia dapat menduga kalau masalah ayahnya hingga dipenjara 15 tahun yang lalu karena masalah dana illegal. Ia juga merasa karena uanglah, Kang Hyun Joo menculiknya. Tapi ia tak mengerti mengapa  ayahnya tega merusak kaki Kang Hyung Joon seperti itu.



Mi Ran ketakutan mendengar pertanyaan itu, dan meminta Jung Woo untuk tak menangkapnya jika ia menceritakan rahasia ini.  



Dan Jung Woo pun keluar dari kamar Mi Ran dengan perasaan terguncang.



Tae Joon rupanya bertindak cepat dengan mencoret nama Mi Ran dan Ah Reum dari semua aset yang dia miliki, karena tak ada alasan untuk memberi mereka uang jika mereka ingin meninggalkan rumah ini.

Wow.. belum dengar ada harta gono-gini, ya? Memang Mi Ran dan Ah Reum itu buruh, ya, yang tak diberi pesangon jika mereka yang memutuskan keluar?


Tae Joon melihat kedatangan Jung Woo dan menyuruh pengacaranya untuk pergi. Begitu pula dengan Jung Woo. Tapi Jung Woo tak mau dan walau ia disuruh keluar, Jung Woo tetap tinggal. Tanpa basa basi ia berkata pada ayahnya kalau ia memiliki dua orang ayah.



Yang pertama adalah detektif Kim yang mengajarkan bagaimana cara untuk hidup. Sedang kan yang kedua  adalah ayahnya, yang mengajarkan bagaimana cara untuk tidak hidup.
“Pada usia 12 tahun, jika ada orang yang melepaskan anjing untuk membunuhku, jika aku harus melarikan diri dengan kaki yang terluka, yang tak mungkin tersembuhkan, jika ibuku menyuruh menculik seseorang karena uang, aku juga pasti akan mendendam.”
Tae Joon menyuruh anaknya untuk diam. 



“Dan setelah itu, orang itu masih tetap hidup tanpa merasa bersalah sedikitpun,” Tae Joon berbalik marah, tapi Jung Woo tetap meneruskan, “Tak peduli kalau anaknya diculik, atau pacar anaknya diperkosa, orang itu tetap memikirkan uang. Hanya uang.. uang! Hanya uang yang dipikirkan!”



Tae Joon menyuruh anaknya untuk pergi. Tapi Jung Woo tetap tak mau. Ia malah berkata kalau ayahnya malah bekerja sama dengan penjahat yang  menculik itu, tanpa mendengarkan permohonan anaknya, malah membuat pacar anaknya dinyatakan mati.

Marah karena semua tindakannya terbongkar, tak ada yang dapat dilakukan oleh Tae Joon kecuali menampar anaknya. Dua kali.

Jung Woo menerima tamparan itu, tapi seakan tak mempedulikan tamparan itu, ia bertanya pada ayahnya, “Apakah ayah itu manusia? Apakah aku ini anak manusia?”

Tae Joon menghardik Jung Woo yang berani-beraninya berkata seperti itu pada ayah sendiri. Jung Woo menatap ayahnya sedih, “Ayah, sangat memalukan menjadi anak Ayah.”

Hyung Joon berbaring tanpa alas di kamar itu. Ia teringat saat Soo Yeon memanggil-manggil namanya saat ia disekap di kamar kecil tempat Hye Mi menyembunyikan dirinya. Dan iapun melihat pada teralis di depannya, seakan melihat Soo Yeon kecil tersenyum lega saat melihatnya bangun.



Oh my.. ternyata Hyung Joon bersembunyi di dalam ruangan yang dulu pernah ia tinggali saat Hye Mi menyembunyikannya.



Dan Hyung Joon seakan melihat Soo Yeon remaja bertanya apakah Hyung Joon sudah makan? Hyung Joon tersenyum memandang Soo Yeon, namun tiba-tiba Soo Yeon menghilang, dan itu membuatnya panik.

Note: 14 tahun yang lalu, Soo Yeon menghilang karena ditarik oleh Perawat Hye Mi karena mengintip kamar itu. 



Tapi Hyung Joon merasa kalau Soo Yeon menghilang karena takut padanya. Ingatannya saat terakhir melihat Soo Yeon, saat Soo Yeon memohonnya untuk pergi karena takut, terputar lagi di kepalanya.

Ia buru-buru berkata “tidak.. tidak.. tidak.. Soo Yeon..” sendiri, dan seperti ingin mengejar Soo Yeon yang hilang, Hyung Joon buru-buru membuka kunci gembok di kamar itu, dan segera pergi.



Dengan mobil, ia pergi ke rumah Soo Yeon. Ia menunggu munculnya sosok Soo Yeon, tapi Soo Yeon tak muncul. Malah mobil polisi yang muncul, sehingga ia buru-buru pergi.



Di balik selimut, Soo Yeon menunggu kedatangan Jung Woo dengan menghitung “Datang.. tidak datang.. datang.. tidak datang.. datang..”



Dan handphonenya  pun berbunyi. Dari Jung Woo. Ia buru-buru keluar kamar agar tak membangunkan ibu, dan menyapa Jung Woo, “Jung Woo-ni?”



Mendengar ucapan Jung Woo kalau matanya sekarang berair karena angin, Soo Yeon menduga kalau Jung Woo  pasti pulang ke rumah, dan bertanya dimana Jung Woo sekarang.

Dan dugaannya benar karena Jung Woo sekarang berada di depan rumahnya. Hawa sangat dingin dan Jung Woo berkata kalau ia merindukan Soo Yeon. Soo Yeon teringat kata-kata ibunya, kalau Jung Woo mengatakan ia rindu ingin bertemu, berarti Jung Woo sedang memiliki masalah.

Maka Soo Yeon bertanya, “Han Jung Woo. Apa kau ini laki-laki?” Jung Woo kaget mendengar pertanyaan yang bernada tinggi itu. Namun ia tersenyum saat Soo Yeon melanjutkan, “Laki-laki harus lari datang menemui jika memang benar-benar rindu. Bangkitlah sekarang. Aku akan menghitung sampai hitungan ketiga.”



“Tiga!” kata Soo Yeon tiba-tiba. Dan reflek Jung Woo langsung berdiri. Dan Soo Yeon meminta Jung Woo membawakan seekor ayam panggang utuh. Bukan ayam goreng, tapi ayam panggang dan utuh.

Ohh … apa ini salah satu perwujudan dari harapan Soo Yeon?

Jung Woo bertanya-tanya apa ada toko yang masih buka dan jual ayam bakar. Tapi Soo Yeon malah menyuruh Jung Woo untuk tak membuang waktu, “Jangan memikirkan yang lain. Berkonsentrasilah hanya untuk mencari ayam bakar.”



Aww… Walau tak tahu apa yang telah terjadi, Soo Yeon tak ingin Jung Woo terus memikirkannya. Dan saat Jung Woo menutup telepon, Jung Woo tersenyum menyadari air matanya tak jadi keluar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Templates grátis free