Siaran berita di TV menyiarkan tentang penangkapan pelaku pembunuhan berantai di area Soosung. Berdasarkan laporan dari polisi, terjadi penembakan karena pelaku mencoba melarikan diri dan salah satu polisi dari satuan Gangnam mendapat luka tembak. Namun keduanya sudah ditangani oleh pihak medis.
Dan beberapa hari kemudian muncul juga berita tentang pembacaan vonis kasus Han Tae Joon yang didakwa melakukan pencucian uang illegal dan tindak kejahatan lain, yang menghasilkan hukuman penjara maksimal bagi Han Tae Joon.
Di sebuah kamar rumah sakit,
tertumpuk sehelai syal merah dan jaket hitam yang dimiliki Jung Woo dan
terdengar suara Soo Yeon yang menyapa suster di kamar itu dan berterima kasih
padanya, “Aku kembali ke sini dengan cepat, kan? Aku lari seperti keliinci gila
agar bisa mendapatkan resep.”
Saat suster itu pergi, Soo Yeon
meletakkan payung kuningnya yang basah.
Sambil menyenandungkan lagu favorit mereka, ia meletakkan mantelnya ke atas
gantungan.
“Soo Yeon-ah..”
Soo Yeon berhenti bersenandung.
Ia menoleh ke belakang, tak percaya akan apa yang baru saja didengarnya. Suara
itu lirih, tapi terdengar sangat jelas.
“Lee Soo Yeon..”
Soo Yeon melihat Jung Woo yang
terbaring lemah, dan sebelumnya tak pernah membuka mata, sekarang menatapnya. Ia
tersenyum mendengar Jung Woo memanggilnya sekali lagi.
Seakan Jung Woo baru sadar bukan
dari komanya, Soo Yeon menyapanya, “Kau sudah bangun? Apakah tidurmu nyenyak?”
Jung Woo mengangguk dan bertanya
berapa lama ia tertidur? Soo Yeon menjawab sepuluh malam. Ia menghampiri tempat
tidur Jung Woo dan duduk di sisinya, “Aku .. telah menjahitkan kancing mantelmu
dan menyelesaikan rajutan syal untukmu. Kenapa kau tidur lama sekali?”
“Kau pasti sangat khawatir,” kata
Jung Woo.
Soo Yeon tak menjawab, hanya
menyentuh bekas luka di dada Jung Woo dan memeluknya, “Katakan namaku sekali
lagi. Aku kangen mendengar suaramu.”
Jung Woo pun memeluk Soo Yeon dan
memanggil namanya lagi.
Sepuluh bulan kemudian
Detektif Joo duduk mendengarkan
suara wanita (lengkap dengan pesan dan gambar) di handphone yang sekarang
sedang bertanya apa rencana Detektif Joo hari ini karena kemungkinan hari ini
akan turun salju pertama. Sepertinya suara wanita di handphone itu adalah
hiburan untuk pria-pria kesepian, karena wanita itu membangkitkan semangat Detektif
Joo untuk tak putus asa walau tak memiliki pendamping.
Pesan itu malah membuat Detektif
Joo stress karena setelah musim dingin ini, umurnya akan mendekati 40, “Bahkan
jika ada serangan angin topan, aku tetap sendiri tanpa wanita.”
Atasannya datang dan bertanya
apakah Detektif Joo sudah menyelesaikan penyelidikan atas kasus perampokan di
Sangdodeung?
Detektif Joo tak tahu dan ia
malah menyandarkan tubuhnya ke kursi lagi, tenggelam dalam kesedihan. Atasannya
kesal melihat kelebaymalasan detektif Joo, “Korbannya sudah kritis, nih!
Kasus ini bisa berubah menjadi kasus pembunuhan.”
Detektif Joo juga frustasi karena
atasannya tak menyadari krisis kehidupannya yang akan mati kesepian, “Kalau
terus seperti ini, aku akan jadi botak dan sendirian karena seumur hidup selalu
mengejar penjahat sepertimu!”
LOL, atasannya langsung memukul
bawahannya yang kebablasan dan bertanya apa sekarang si Joo ini sudah gila?
Detektif Joo buru-buru mengambil jaketnya dan kabur dengan alasan pergi ke TKP.
Namun tetap saja dengan menggerutu, “Benar-benar tak dapat dipercaya..”
Atasannya kesal melihat anak
buahnya. Sudah detektif Joo-nya seperti itu, Jung Woo yang sudah kembali pun
sekarang menggila lagi..
Hehehe.. susahnya punya anak buah
yang ada di dua kutub. Satu kutub malas, satu lagi kutub gila.
Dan Jung Woo yang kata atasannya
mulai menggila lagi, ternyata sedang menginterogasi tersangka pelaku perampokan
kasus yang sama dengan Detektif Joo. Pelaku itu mengaku kalau ia hanya berniat
mencuri tapi si korban berteriak, maka ia menusukkan pisau ke tubuh korban.
Jung Woo tak percaya kalau
masalahnya sesederhana itu. Handphonenya berbunyi dan ada SMS yang mengabarkan
kalau si korban meninggal dunia. Berita ini membuat Jung Woo sangat kesal. Tapi
ia mencoba menahan sabar dan bertanya untuk terakhir kalinya, dimana
komplotanmu?”
Tapi perampok itu tetap tak mau
mengaku maka Jung Woo pun memukulnya, “Hanya karena ia berteriak, maka kau
membunuhnya?!” Perampok itu kaget dan
berbalik marah pada Jung Woo, “Apa kepalamu pernah tertembak atau bagaimana?!
Polisi itu tak boleh memukul orang!!”
Pertanyaan itu sebenarnya hanya
kiasan kalau otak Jung Woo sekarang tak beres karena kepalanya pernah
tertembak. Tapi Jung Woo yang pernah tertembak
memukulnya lagi, “Kau ini bukan orang dan aku pernah tertembak!”
Ia mendudukkan perampok itu yang
sekarang babak belur. Tapi ancaman Jung Woo masih belum selesai, “Cepat
katakan! Sampah sepertimu harus segera pergi dari dunia tempat dimana
orang-orang yang kucintai tinggal.”
Malam harinya, Jung Woo pulang ke rumah dan langsung waspada saat melihat rumahnya gelap. Ia menyalakan lampu dan memanggil Soo Yeon dan ibu (aien), tapi tak terdengar suara mereka.
Namun kecemasannya berubah menjadi bingung saat Ah Reum muncul, berlenggak lenggok ala peragawati, disusul oleh Eun Joo dan ibu yang juga memamerkan baju yang mereka pakai. Hanya saja saat giliran ibu, ibu kurang canggih menjadi peragawati, karena berlenggoknya berlebihan hingga jatuh saat berputar.
Untung ada Jung Woo yang menangkapnya. Tapi ibu segera menepis tangan Jung Woo, menyuruh untuk tak menyentuhnya karena nanti bajunya kusut. Dan ia berbisik pada seseorang di dalam kamar untuk keluar.
Mi Ran mengintip, enggan untuk
keluar karena ia tak terbiasa melakukan hal seperti ini. Tapi ibu mengomelinya
karena mereka sudah latihan sebelumnya dan mengancam, “Lakukan sekarang atau
kalau tidak pergi sekarang juga.”
Mi Ran buru-buru keluar, tapi bukan untuk berlenggak-lenggok karena ingin balas mengomeli, “Kau tak boleh mengatakan seperti itu. Setelah anak kita menikah, kita akan menjadi besan.”
Eun Joo dan Ah Reum geli melihat ibu mereka bertengkar. Ibu tak percaya mendengar kata besan keluar dari mulut Mi Ran, “Astaga.. kupikir kau sudah menandatangani surat cerai itu.”
Jung Woo buru-buru melerai mereka dan bertanya di mana Soo Yeon dan berteriak memanggilnya. Soo Yeon akhirnya keluar bak diva, melambai-lambai pada penggemarnya.
Tapi diva itu langsung hilang saat melihat ayam panggang yang dibawa Jung Woo. Ayam panggang yang walau menurut saya kaya ayam goreng fried chicken yang dijual di pinggir jalan.
Dan mereka pun duduk untuk menikmati ayam goreng panggang itu. Mi Ran yang masih belum terbiasa dengan panggilan aein Jung Woo pada ibu, heran mendengarnya. Tapi Ah Reum mengatakan kalau memang itu kebiasaan mereka.
Eun Joo membuka bungkusan ayam itu dan menebak kalau Mi Ran kaget karena ini pertama kalinya Mi Ran berada di rumah ini. Ia menjelaskan kalau mereka memutuskan untuk mengacuhkan tatanan yang ada dan hidup berbahagia.
Ibu mengangguk-angguk setuju dan mengusap rambut Jung Woo dengan sayang, “Tentu saja. Kita harus menikmati setiap hari dalam hidup kita dan bergembira karena Jung Woo telah kembali pada mereka lagi.”
Dengan bangga, ibu memberitahu Jung Woo kalau Soo Yeon membuatkan masing-masing baju untuk mereka. Mi Ran juga memberitahu kalau mulanya ia juga merasa sungkan pergi ke rumah Jung Woo, tapi Soo Yeon yang memintanya.
Ibu tak terima mendengar kata-kata Mi Ran, “Bukan Soo Yeon. Aku yang mengundangmu datang kemari!”
Jung Woo kembali melerai mereka dan bertanya apa mereka tak tahu hari apa sekarang? Pada Soo Yeon, Jung Woo memintanya tangannya dan menutup mata.
Soo Yeon mulanya malu dan tak mau, tapi akhirnya ia menutup mata dan menadahkan tangan.
Jung Woo mengambil sesuatu dari sakunya dan Eun Joo menebak kalau Jung Woo akan melamar dan Ah Reum langsung terlonjak kegirangan mengira yang ada ditangan Jung Woo adalah cincin (telah, dek. Si kakak sudah dilamar Soo Yeon. Komplit dengan cincin!)
Setelah barang itu di tangan Soo Yeon, Jung Woo meminta Soo Yeon untuk membuka mata. Betapa terkejutnya Soo Yeon. Bukan cincin, bukan pula amplop gaji seperti di pikiran saya. Tapi itu adalah KTP milik Soo Yeon. Bukan Zoe, tapi Lee Soo Yeon yang pernah dinyatakan meninggal 14 tahun yang lalu.
Semua tak percaya namun sangat bahagia melihat KTP Soo Yeon lagi. Semua mata memandang Jung Woo yang malu-malu menjelaskan karena Soo Yeon telah ditemukan, berarti mereka berhak meminta nama itu lagi.
Soo Yeon berkaca-kaca melihat namanya lagi tertera di KTP itu. Jung Woo yang melihat Soo Yeon yang mulai menangis, menggodanya, “Di rumah ini tak boleh ada yang menangis. Siapapun yang menangis akan diusir.”
Soo Yeon tersenyum dan menelan tangis bahagianya. Soo Yeon pun mengajak Eun Joo untuk mengunjungi makam ayah Eun Joo dan menunjukkan KTP itu kepadanya. Eun Joo tersenyum mengiyakan.
Jung Woo segera memutus keharuan itu dan meminta mereka untuk segera makan karena hari ini ulang tahunnya (makanya ia mentraktir ayam). Tapi ibu memukul kepala Jung Woo dan segera mengambil alih komando, “Hey! Kau tahu itu kata-kataku!”
Dan pada semua, ia berkata, “Oke! Hari ini hari ulang tahunku! Makanlah sesukamu, ya.” Keempat wanita itu pun langsung menyerbu ayam goreng panggang itu.
Soo Yeon menyenggol Jung Woo dan berkata tanpa suara, “Terima kasih..” Jung Woo pun mengisyaratkan mereka untuk diam-diam keluar dan ia pun mengerucutkan bibirnya. Soo Yeon mengerti maksudnya, tapi apa juga sekarang? Tapi Jung Woo kembali mengerucutkan bibirnya, membujuk Soo Yeon.
Dan tiba-tiba saja ruangan sunyi. Soo Yeon yang pertama sadar dan menoleh pada semua orang yang sekarang menatap mereka. Jung Woo yang terakhir baru menyadari kalau ia dalam pusat perhatian, tersenyum canggung dan mencoba bersikap normal. Tapi sudah kepalang basah, semua orang sudah melihat mulut Jung Woo.
Jung Woo pun mengajak mereka makan lagi. Ibulah yang menghardik Jung Woo, “Kenapa kau majukan mulutmu seperti itu?” Tapi ia pun memberikan ayam pada Jung Woo. Dan meminta hadiah pada Ah Reum karena sekarang hari ulang tahunnya.
Ah Reum pun memberi hadiah pada ibu. Ia memajukan hadiah, sama seperti Jung Woo beberapa saat yang lalu.
Heee…. Sweet banget..
Jung Woo mengunjungi ayahnya di penjara. Tapi Tae Joon masih seperti Tae Joon yang dulu, yang memandang kedatangan putranya tanpa perasaan senang dan tanpa kata-kata. Hanya saat ia melihat dada kiri Jung Woo, Jung Woo tahu kalau ia mendengar tentang kabar penembakan itu. Dan tanpa ditanya, ia menjelaskan kalau ia sudah membaik, hanya rasanya perih saat ia melihat luka di dadanya itu.
Sebenarnya Jung Woo merasa ragu untuk datang menemui ayahnya. Tapi karena ia merasa mereka masih diberi kesempatan (untuk bertemu), “Untuk yang berikutnya, aku ingin Ayah yang memanggilku. Dan aku akan menunggu hingga saat itu tiba.”
Tae Joon hanya menatap Jung Woo, seolah-olah Jung Woo itu alien. Pada sipir yang berjaga, ia berkata kalau ia akan meninggalkan ruangan. Jung Woo hanya bisa menatap kepergian ayahnya dengan pasrah. Tapi ia berdiri saat ayahnya berhenti di depan pintu dan menoleh padanya. Ia menatap ayahnya, berharap ayahnya mengatakan sesuatu padanya.
Dan memang Tae Joon menoleh untuk berkata padanya, “Dasar gila.” Ayahnya pun keluar dari ruangan, meninggalkannya yang bergumam, “Aku akan menunggu, ..Ayah.”
Jung Woo dan Soo Yeon mengunjungi Hyung Joon di rumah sakit jiwa. Terdengar suara dokter yang memberitahukan kalau Hyung Joon sudah mulai mengucapkan beberapa kata, tapi Hyung Joon tak memperlihatkan tanda-tanda membaik, “Ia tak mungkin di sini selamanya. Saya pikir ia harus segera dipindahkan ke penjara.”
Mendengar penjelasan ini, Soo Yeon nampak terpukul. Ia seperti ingin menangis melihat Hyung Joon duduk di kursi roda, menatap jendela dengan kosong, tak tampak sedikitpun Harry Borrison di dalamnya. Hyung Joon mengulurkan tangannya dan seperti ibunya, ia seakan menangkap sesuatu di depan matanya.
Hyung Joon akhirnya menyadari keberadaan Soo Yeon dan Jung Woo yang berdiri tak jauh darinya. Soo Yeon memasang senyum dan menyapa Hyung Joon. Tapi Hyung Joon hanya tersenyum sopan pada Soo Yeon membuat Soo Yeon tercekat dan ingin menangis. Jung Woo yang berdiri di belakangnya memegang bahu Soo Yeon, menenangkannya.
Mereka berdua duduk di hadapan Hyung Joon dan Soo Yeon memberikan KTP-nya pada Hyung Joon. Tapi Hyung Joon tak segera menerima KTP itu sehingga Jung Woo yang membantu memberikan KTP itu pada Hyung Joon. Soo Yeon memberitahu namanya adalah Lee Soo Yeon.
Hyung Joon terus memandangi KTP itu tanpa ekspresi. Soo Yeon mencoba memanggil Hyung Joon, tapi Hyung Joon tak mendongak. Ia hanya terus memandangi KTP itu.
Jung Woo akhirnya memberikan daun kering yang ia pegang pada Hyung Joon, “Sudah hampir musim dingin lagi.”
Kali ini Hyung Joon mendongak, dan mengambil daun itu.Tak disangka, ia menatap Jung Woo dengan tersenyum dan memandangi daun itu dengan bahagia.
Jung Woo berkata kalau Hyung Joon pasti menyukainya. Soo Yeon mengangkat tangannya melakuan sihir itu lagi, membuat Hyung Joon mendongak menatapnya. Tapi kemudian ia menunduk lagi dan mengagumi daun itu dengan senyum.
Jung Woo dan Soo Yeon keluar dari rumah sakit dan disambut oleh turunnya salju. Mereka terpana melihatnya dan menyadari sesuatu, “Salju pertama!”
Di atas, dengan kalung tergenggam di tangan, Hyung Joon melihat kepergian mereka dan seakan ingin menangkap sesuatu.
Tapi ternyata gerakan itu adalah saat-saat ia menggenggam tangan Soo Yeon, memegang bahu Soo Yeon, menenangkannya.
Dan gerakan tangan itu berubah menjadi gerakan sihir Soo Yeon, walau gerakan itu masih kaku. Namun Hyung Joon tersenyum lebih bahagia saat menggerakkan tangan menyihirnya.
Jung Woo dan Soo Yeon sampai juga ke dalam sebuah gereja. Jung Woo membawakan buket bunga Soo Yeon. Ia segera mengajak Soo Yeon untuk maju ke altar, tapi Soo Yeon mencegahnya dan membisikkan sesuatu padanya.
Jung Woo pun mengerti dan ia pun maju, berjalan sendiri, persis seperti pengantin. Tapi pengantin wanita karena ia membawa buket bunga. Ia pun tersadar dengan apa yang digenggamnya, dan ia pun mundur lagi, dan menyerahkan buket bunga itu pada yang berhak.
Jung Woo tersenyum dan membalasnya, “Kau kedengaran seperti ahjumma.” Soo Yeon mendelik menatapnya, walau senyum masih tersisa di bibirnya.
Jung Woo pun sekarang maju, dan Soo Yeon yang masih berdiri di belakangnya, mengambil jepit jemuran yang telah ia sulap sebagai hiasan rambut. Saat Jung Woo berbalik dan memanggilnya untuk segera ke altar, ia pun menyelipkan jepit jemuran itu ke rambutnya. Dan pengantin wanitapun telah siap.
Soo Yeon berjalan dan berkata dalam hati, “Jung Woo-yaa.. Kau pasti tak mengira berapa lama aku menunggu saat ini, kan? Terima kasih karena telah tetap berada di sana dan menungguku.”
Jung Woo memandangi Soo Yeon yang berjalan menghampirinya dan berkata dalam hati, “Jalanan sangat terjal untuk menuju tempat ini, kan? Sekarang, kau hanya perlu berjalan 13 langkah. Satu.. dua.. tiga.. empat..
Apa kau ingat? Kita saling memperlihatkan bekas luka kita di tangga saat kita remaja dan kita mentertawakannya.
Kita dapat terus melakukan itu. Mari kita lewati saat-saat sulit dengan cinta kita dan menjalani hidup kita seperti itu."
Soo Yeon sudah tiba di samping Jung Woo dan mereka pun saling memuji satu sama lain. Jung Woo dulu yang menyelipkan cincin ke jari manis Soo Yeon. Dan begitu pula Soo Yeon yang menyelipkan cincin ke jari manis Jung Woo.
Dan mereka pun bersiap menyebarkan berita pernikahan mereka dengan foto mereka yang mengacungkan cincin pernikahan itu.
Eun Joo yang pertama kali melihat foto yang dikirim Jung Woo. Ibu yang melihatnya, tak dapat menutupi kebahagiaan melihat foto itu, walau Eun Joo sempat menggerutu karena Jung Woo dan Soo Yeon hanya mengadakan pernikahan berdua saja.
Begitu juga Mi Ran yang melihat foto itu bersama Ah Reum. Baginya, ini bukan pernikahan. Ia menyuruh Ah Reum untuk menelepon Jung Woo karena ia akan mengadakan pesta pernikahan di hotel dan akan menikahkan mereka lagi.
Ah Reum meminta ibunya untuk membatalkan pikiran itu, karena Jung Woo memang berniat untuk menikah di hari pertama salju turun. Akhirnya ibunya pun menganggap kalau tindakan Jung Woo ini keren juga. Dan romantis. Ia pun memuji Jung Woo, “Ia benar-benar seperti satu-satunya putraku.”
Ha. Ah Reum pun tertawa mendengar kata-kata ibunya yang 180 derajat dari beberapa bulan yang lalu. Mi Ran bertekad mulai sekarang akan menjadi ibu yang baik bagi Jung Woo.
Tapi saat Ah Reum bertanya-tanya apakah ayah sudah tahu tentang pernikahan Jung Woo, Mi Ran meminta putrinya untuk tak mengungkit-ungkit ayahnya lagi, karena ayahnya itu perlu disadarkan dulu dan itu butuh waktu yang sangat sangat lama.
Sementara Detektif Joo yang juga mendapat kiriman foto itu, tersenyum tapi langsung lebay dengan mengeluh sakit perut. Kedua rekannya langsung merebut handphone yang ada di tangan Detektif Joo dan terkejut melihat si kelinci gila telah menikah. Detektif Joo masih berteriak-teriak mengeluh perutnya sakit, dan buru-buru ngacir dari ruangan.
Tapi kedua rekannya dan sekarang juga atasannya, segera mengejar Detektif Joo karena penasaran ingin melihat foto itu lagi.
Ibu menerima telepon dari Jung Woo dan berkata kalau ia telah melihat foto pernikahan mereka dan sangat indah. Tapi walaupun ibu terdengar bahagia, tapi Jung Woo juga dapat mendengar suara tangis ibu.
Jung Woo mengatakan kalau mereka buru-buru menikah karena takut salju pertama itu akan segera mencair, “Kami akan melakukannya lagi secara formal dengan memakai jas dan gaun. Dan dengan kehadiran Ibu.”
Ibu terpana mendengar kata-kata Jung Woo yang memanggilnya ibu. Kembali Jung Woo berkata, “Ibu.. terima kasih. Terima kasih telah membesarkanku. Telah menjadi kekasihku. Dan telah melahirkan seorang putri yang cantik.”
Ibu terisak mendengarnya. Ia juga berterima kasih pada Jung Woo yang telah menjadi kekasihnya, putranya juga menantunya.
Dan kita kembali pada 14 tahun yang lalu saat Soo Yeon meminjamkan payungnya pada Jung Woo yang sedang berteduh. Dan mereka berjanji untuk bertemu lagi di taman ini besok.
Kita tahu apa yang terjadi keesokan paginya, 14 tahun yang lalu. Soo Yeon seharian menunggu kedatangan Jung Woo. Tapi Jung Woo tak dapat menemui Soo Yeon karena harus menjadi wakil keluarga di pemakaman kakeknya. Soo Yeon juga bertemu dengan Hyung Joon yang dikunci di dalam ruangan untuk pertama kalinya.
Dan sama seperti 14 tahun yang
lalu, Soo Yeon menunggu kedatangan Jung Woo dengan bergumam, “Datang.. tak
datang.. datang.. tak datang...” Dan untuk membunuh waktu, ia menyanyikan lagu
favoritnya.
Namun yang terjadi berikutnya adalah Jung Woo muncul di hadapannya dengan menyodorkan payung kuning yang ia pinjam kemarin. Soo Yeon kaget karena ternyata Jung Woo datang.
Tentu saja. Bukankah Jung Woo kemarin berjanji kalau ia akan datang? Dan ia tak datang sendiri. Ia datang bersama seseorang. Soo Yeon bertanya, siapa?
Jung Woo sedikit bingung saat menjawab, “Paman kecil.” Namun ia tersenyum saat menjelaskan, “Aku juga baru pertama kali bertemu dengannya. Ternyata aku memiliki seorang paman.”
Mereka menoleh pada Hyung Joon
yang lari menghampiri mereka dan memperhatikan wajah Soo Yeon untuk kemudian
berkata pada Jung Woo, “Ia tidak cantik. Katamu, pacarmu itu sangat cantik
sekali.”
Haha.. Soo Yeon melongo mendengar
kata-kata Hyung Joon. Apalagi Jung Woo yang akhirnya hanya bertanya pada Hyung
Joon yang sudah lari bermain luncuran di taman, “Sejak kapan aku mengatakan
itu?”
Jung Woo enggan menoleh pada Soo
Yeon, tapi akhirnya ia menatap Soo Yeon karena Soo Yeon sudah berdiri di
hadapannya dan bertanya, “Kau pikir aku cantik? Aku cantik dimananya?”
Jung Woo salah tingkah tak bisa menjawab, apalagi Soo Yeon mengerjapkan matanya saat bertanya, “Mataku? Hidungku? Bibirku?”
“Cantik? Apanya yang cantik?” bentak Jung Woo mengagetkan Soo Yeon, “Wajahmu itu seperti onggokan gula putih,” Jung Woo seakan sadar kalau gula itu manis dan ia pun berganti hinaan, “seperti onggokan tepung putih.”
Tentu saja hinaan itu membuat Soo Yeon kesal. Ia pun mengacungkan payungnya untuk memukul Jung Woo, tapi Jung Woo sudah lari terlebih dahulu. Hyung Joon yang turun dari luncuran, langsung merebut payung itu dan melemparkannya pada Jung Woo.
Berdua mereka saling melempar payung, menggoda Soo Yeon. Sama seperti saat Detektif Kim mengambil jepit jemuran di rambut Soo Yeon dan mereka pun berlarian, saling menggoda.
Dan terdengar suara Jung Woo dewasa yang bertanya, “Jika kami bertemu seperti ini, apa yang akan terjadi?
Hyung Joon yang menyadari lebih dulu kalau salju pertama turun. Mereka sejenak diam, mengagumi salju itu. Bahkan Jung Woo pun juga berkata, “Cantiknya..”
Soo Yeon menoleh mendengar kata itu lagi. Dan kali ini Jung Woo tak membantah, dan tersenyum memandang Soo Yeon.
Soo Yeon pun mengejar Hyung Joon. Dan Hyung Joon pun buru-buru kabur setelah melemparkan payung itu pada Jung Woo.
Terdengar suara Soo Yeon, 14 tahun yang lalu, bertanya, “Di hari pertama salju turun. Apa yang ingin kau lakukan?”
Dan suara Jung Woo remaja yang tak pernah kita dengar, berkata, “Aku akan menemuimu. Aku hanya memiliki seorang teman.. Lee Soo Yeon.”
Dan terdengar suara Soo Yeon dewasa bertanya, “Jika kami bertemu seperti ini, apa yang akan terjadi?”
Jung Woo : “Aku yakin kalau aku masih tetap mencintaimu. Walau jika kita bertemu seperti itu, kita masih akan tetap jatuh cinta.”
Dan Soo Yeon bertanya, “Jika malam itu kita tak bertemu di taman, apakah kau pikir kita masih akan saling bertemu?”
Jung Woo menjawab kalau mereka sudah pernah bertemu sebelumnya. Namun lebih baik lagi karena saat itu hujan turun. Soo Yeon berkata kalau ia menemukan payung itu karena ibu menendang payung itu dalam tidurnya.
“Jadi semua ini terjadi karena kekasihku. Orang yang mempertemukan kita.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar