Menyadari kalau pria bertopi hitam itu sudah hilang, Jung
Woo turun dari atap gedung dengan gontai. Detektif Joo yang baru saja naik,
bertemu Jung Woo dan bertanya apakah Jung Woo menemukan pelakunya. Jung Woo
hanya menjawab pendek kalau orang itu sudah hilang, membuat Detektif Joo juga
ikut kesal.
Jung Woo menunjukkan foto keluarganya yang terselip di jas
Sang Chul. Sepertinya penjahat itu melempar tubuh Sang Chul dari atas agar ia
bisa menemukannya. Dari mayat Sang Chul yang sudah kaku, membuktikan kalau Sang
Chul bukan baru saja meninggal.
“Lalu.. pelakunya mengejarmu dengan melemparkan mayat itu?”
tebak Detektif Joo. Jung Woo hanya diam dan menghela nafas panjang. Namun
mendadak Jung Woo berteriak hingga membuat Detektif Joo kaget. Detektif Joo
mengikuti arah pandang Jung Woo ke luar rumah sakit. Ternyata salju turun.
Mereka berteriak panik karena semua sidik jari dan jejak ban
akan hilang tertutup salju. Buru-buru Jung Woo meminta seniornya untuk
mengamankan TKP dari lorong hingga atap gedung rumah sakit, karena pelakunya
melempar mayat Sang Chul dari sana. Ia juga meminta agar seniornya melarang
orang naik ke TKP. Tanpa menunggu jawaban, Jung Woo langsung lari, kembali ke atap.
Harry melihat post it yang tertempel di lemari es yang
bertuliskan pesan Soo Yeon, yang mengatakan kalau ia akan pergi sebentar karena
ingin mengucapkan selamat tinggal pada Detektif Kim dan berharap saat ia
datang, Harry sudah tak marah lagi padanya.
Membaca nama itu, ia teringat pada kejadian 14 tahun yang
lalu, saat ia meletakkan kaleng di bawah mobil Detektif Kim. Ia mendesah tak
percaya dan dengan kesal ia meremas post it itu sebelum membuangnya ke lantai.
Betapa frustasinya Jung Woo melihat atap sudah tertutup
salju yang mulai menebal. Dari atap, ia melihat mayat Sang Deuk sedang
dibungkus oleh pihak forensik dan ia pun mulai mengambil foto di seluruh bagian
atap. Hingga di sebuah pojok, ia menemukan sebuah sleeping bag hijau.
Bingo! Walau sekecil apapun, tiap kejahatan pasti ada
jejaknya.
Jung Woo buru-buru membawa sleeping bag itu ke bawah dan
memberikannya pada bagian forensik. Detektif Joo dan orang forensik setuju dengan dugaan kalau
sleeping bag itu dipakai untuk membawa mayat Sang Chul ke atap gedung, sehingga
dapat dipastikan kalau Sang Chul meninggal tak wajar.
Jung Woo memberitahukan ciri-ciri pelaku : topi hitam, baju
hitam, menggunakan sepatu lari, perawakan kurus, tinggi sekitar 180 cm, dan
rambutnya yang tidak dicat, tak pendek juga tak panjang.
Terlihat salah satu orang forensik mengambil sehelai rambut
dari pagar.
Jung Woo menjelaskan pada orang forensik, kemana saja ia
mengejar pelaku itu. Jung Woo menduga kalau orang itu sepertinya mengenal rumah
sakit ini dengan baik. Orang forensik itu meminta Jung Woo untuk segera mempersiapkan
surat penggeledahan dengan segera. Sebelum pergi, Jung Woo memberikan foto yang
ia dapat dari balik jas Sang Chul.
Dengan diberikannya foto itu, kemungkinan Jung Woo tak
diperbolehkan mengusut kasus ini cukup besar. Detektif Joo memberitahukan kekhawatiran ini
pada Jung Woo.
Tapi Jung Woo malah tak khawatir. Ia sudah sering mendengar
ucapan atasan mereka yang menyuruhnya untuk tak mengurusi sebuah kasus, “Tapi
apakah aku tetap menurutinya?”
Detektif Joo membenarkan. Jung Woo pun merangkul bahu
seniornya dan berkata, “Aku kan memiliki hyung. Istri, tak ada rahasia di
antara kita, kan? Kau harus memberitahukan apa yang terjadi dalam penyelidikan
itu.”
Lagi-lagi Detektif Joo membenarkan kalau tak ada rahasia di
antara mereka. Dan ia pun melirik pada Jung Woo untuk bertanya, “Apa hubunganmu
dengan Zoe?”
Ha. Mendengar pertanyaan itu, Jung Woo langsung mengeluh nggak
nyambung, “Ahh.. kenapa juga harus turun salju? Aku tak suka salju.”
Tae Joon kaget saat diberitahu dokter di RS Jaekyung yang
mengabarkan kalau Sang Chul mati. Ia buru-buru menyuruh Sekretaris Yoon yang
baru saja masuk untuk keluar.
Dokter itu mengatakan kalau sekarang rumah sakitnya sedang
diselidiki oleh polisi. Tae Joon langsung menyuruhnya untuk menghapus nama Kang
Hyun Joo dari daftar pasien yang dirawat inap.
Note : Untuk menjebak Hyung Joon yang kemungkinan akan
datang pukul 5 sore, pada hari itu, Tae Joon mengosongkan kamar 302 (kamar
bekas Hyun Joo 14 tahun yang lalu) dan memasukkan nama Hyun Joo di kamar itu.
Namun terlambat. Sebelum dokter itu pergi ke bagian
administrasi, Jung Woo sudah ada di sana. Jung Woo telah meminta daftar nama
pasien yang dirawat dalam satu bulan terakhir. Ia cukup heran melihat daftar
nama pasien yang sangat sedikit.
Suster menjelaskan kalau pasien yang dirawat adalah pasien
jangka panjang (karena ini adalah pasien di Rumah Sakit Jiwa) dan jika ia
mencetak daftar nama dalam setahun pun maka yang muncul akan sama seperti di
daftar. Jung Woo pun berterima kasih dan pergi.
Dan seperti yang dikhawatirkan dokter itu, ternyata Suster
yang tak tahu menahu itu belum mencoret nama Kang Hyun Joo dari daftar.
Membaca daftar itu, membuat Jung Woo heran karena ada satu
kamar di daftar itu yang dikosongkan. Kamar 302. Tapi di depan kamar itu,
tertulis nama pasien yang dirawat : Kang Hyun Joo.
Karena itu ia mencoba membuka kamar itu, tapi dihentikan
oleh dokter antek dari Tae Joon. Dokter itu mengatakan kalau kamar itu sudah
kosong karena pasiennya pulang lebih awal. Jung Woo berkata kalau di daftar tak
tertulis identitas pasien, nomor kontak, nama penjamin dan alasan pulang.
Dokter itu beralasan karena pasien itu baru masuk tadi pagi.
Waah.. dokter yang ini nggak pintar cari alasan, nih..
Maka Jung Woo meminta form isian yang ditulis oleh pasien
(yang biasanya harus diisi oleh pasien sebelum masuk atau keluar). Dengan
enggan, dokter itu mengiyakan dan mau tak mau ia harus pergi mencari dokumen
(yang tak ada itu).
Dan Jung Woo pun masuk ke dalam ruang itu yang ternyata
memang sudah kosong.
Hanya di tembok, ada gambar ibu dan anak yang bergandengan.
Jung Woo tersenyum melihat betapa tangan si anak memegang erat tangan ibunya,
“Aih, lucunya.” Dan ia pun memotret gambar di dinding itu.
Soo Yeon pulang dengan membawa belanjaan. Ia mencari Harry
yang tak terlihat di lantai bawah. Tapi karena post it itu sudah hilang, ia
tahu kalau Harry sudah membaca pesannya. Ia naik ke lantai atas dan mematikan
player yang memutar musik klasik dengan keras.
Ia menyapa Harry dan bertanya apakah Harry masih marah
padanya? “Jangan marah lagi. Aku membelikan salmon kesukaanmu dan akan
memasaknya.” Tapi Harry tetap diam dan tetap tak mau menatapnya, dan akhirnya
Soo Yeon bertanya, “Apa yang harus kuperbuat agar kau tak marah?”
Dan dalam bahasa Perancis, Harry menjawab, “Berikan aku
sebuah ciuman.”
Tentu saja Soo Yeon kaget mendengar permintaan itu. Dan ia
semakin kaget lagi karena Harry berbalik dan langsung menarik tangannya.
Dan wajah Harry pun mendekati Soo Yeon, ingin menciumnya.
Tapi Soo Yeon reflek memalingkan muka, menolaknya.
Menyadari penolakan itu, Harry langsung menarik Soo Yeon ke
dinding sehingga Soo Yeon terjepit antara tembok dan Harry, membuat Soo Yeon
ketakutan dan bertanya, “Kenapa.. kau seperti ini"
“Apakah ini yang kau maksud dengan berada di sisiku?” tanya
Harry geram.
“Jangan seperti ini,” pinta Soo Yeon yang mencoba menurunkan
tangannya yang di tembok, yang dicengkeram oleh Harry. “Sakit.”
Tapi Harry malah semakin mencengkeram tangan Soo Yeon dan
ingin menciumnya lagi, sehingga Soo Yeon menjerit kecil dan memalingkan
mukanya, kembali menolak.
Menyadari penolakan yang kedua kalinya itu, Harry mendesah
kesal. Ia melepaskan Soo Yeon dengan menariknya dari tembok.
Yang membuat Soo Yeon terlempar ke samping.
Yang membuat tangan Soo Yeon terantuk besi pagar. Soo Yeon
mengernyit kesakitan dan memegangi tangannya.
Tapi Harry tak menyadarinya karena marah, “Apakah ini yang
kau sebut dengan berada di sisiku?” Soo Yeon tak menjawab dan Harry pun melanjutkan,
“Baiklah. Tetaplah disisiku walah hanya sepert ini.”
Ia pun mengambil buku dan beranjak pergi. Tapi langkahnya
terhenti saat Soo Yeon berkata, “Jangan ulangi hal ini lagi.”
Harry menoleh dan menyadari betapa terlukanya Soo Yeon.
Masih memegangi tangan kirinya, Soo Yeon melanjutkan, “Kali ini aku akan
membiarkannya. Tapi jika ini adalah satu-satunya cara untuk berbaikan denganmu,
aku tak yakin apa aku bisa tahan menanggungnya.” Soo Yeon pun berjalan melewati
Harry.
“Berhenti,” perintah Harry. Dan Soo Yeon pun mematuhinya.
“Datanglah kemari. Kemarilah, Zoe,” perintahnya sekali lagi. Tapi kali ini Soo
Yeon tak mematuhinya.
Soo Yeon tetap berjalan dan berkata kalau ia akan keluar
jalan-jalan sebentar. Ia pun mengambil tas dan pergi, tak mempedulikan Harry
yang berteriak menyuruhnya berhenti dan datang padanya.
Dan saat di mobil, Soo Yeon baru bisa mengeluarkan
perasaannya. Ia menangis, menyadari perlakuan Harry yang jauh berbeda dengan
yang selama ini Harry tunjukkan. Apalagi saat ia baru menyadari kalau
pergelangan tangannya lebam.
Alarm Jung Woo berbunyi, dan bukannya mematikan, Jung Woo
malah mendengarkan lagu itu dengan sepenuh hati, membuat seniornya kesal karena
memikirkan kasus tadi siang, “Kok kau masih sempat mendengarkannya di saat
seperti ini. Aku saja sudah merasa kacau (karena kesal) karena hari sudah
malam.”
Masih belum mematikan alarm, Jung Woo juga menyetujui
pendapat seniornya itu. Ia juga merasa kacau jika malam tiba, “Hatiku juga
berdebar-debar karenanya.”
Err .. apa mereka bicara hal yang sama? Kayanya nggak deh.
Jung Woo memejamkan mata, dan mengingat ciumannya dengan Soo
Yeon dulu.
Ha, dasar..
Dan ia tertawa, membuat Detektif Joo itu bingung dan
mengatai juniornya gila. Tapi ia merasa pantas kalau Jung Woo gila, karena
kedua orang yang mengetahui jejak Soo Yeon sudah meninggal, padahal Soo Yeon
belum ditemukan.
Jung Woo, bukannya memberitahukan kalau ia telah menemukan
Soo Yeon, malah mengingatkan kalau hasil otopsi Sang Chul akan keluar besok
pagi dan ia (yang pasti akan dikeluarkan dari tim penyelidik) meminta agar
Detektif Joo memberitahukan hasil otopsi itu padanya.
Detektif Joo meminta agar Jung Woo tak ikut menyelidiki,
karena ia memiliki firasat buruk dengan hal ini. Tapi Jung Woo tak mau, karena
ia yakin ada hubungan antara kematian
Detektif Kim, kematian Sang Chul dan
laporan palsu atas kematian Soo Yeon yang dilakukan Sang Deuk.
Detektif Joo berkata kalau yang ingin dituju oleh pelaku itu
sepertinya adalah Jung Woo dan ia mencemaskan Jung Woo, karena pelaku itu jauh
lebih gila daripada Jung Woo. Tapi Jung Woo tak takut kalau pelaku itu sekarang
mencobanya sekali lagi.
Di depan kantor polisi, Jung Woo tiba-tiba berteriak,
“Stopp!!” membuat Detektif Joo mengerem mendadak. Seniornya itu kesal karena
Jung Woo lagi-lagi mengagetkannya. Ternyata Jung Woo ingin meminjam mobil untuk
pergi mendinginkan kepalanya dan meminta seniornya itu untuk turun.
Ternyata Jung Woo pergi ke restoran ibu Soo Yeon dan membuat
ibu kaget karena kedatangannya yang tiba-tiba. Ia semakin kaget karena Jung Woo
selain memesan makan, juga memesan soju.
Ibu merebut gelas dan memukul kepala Jung Woo, melarangnya
minum. Tapi Jung Woo malah merebut gelas itu kembali dan meminumnya. Ibu kesal
dan saat Jung Woo menuangkan soju lagi ke gelas, ibu menyambar dan meminumnya
sendiri.
Jung Woo bengong melihat ibu yang memarahinya khawatir karena setelah
Jung Woo keluar dari rumah, Jung Woo malah minum-minum seperti ini dan malah
tidur di kantor polisi.
Dengan nada polos, Jung Woo bertanya, “Apa kau menguntitku?
Kenapa kau malah menyelidiku? Aku sudah memiliki pacar baru,” dan Jung Woo
berbisik saat mengatakan namanya, “yaitu Lee Soo Yeon. Ia sangat cantik. Ia
mirip dengan ibu.”
Ibu hanya diam mendengar ucapan itu. Jung Woo juga
mengatakan kalau ia sekarang sudah tak apa-apa karena ia sudah bahagia telah
menemukan Soo Yeon, “Janganlah sedih karenaku. Bagaimana jika kau menemui Soo Yeon?
Akan lebih baik lagi jika kau membawanya pulang ke rumah.”
Mendengar permintaan Jung Woo, ibu malah menangis, membuat
Jung Woo khawatir. Ia meraih tangan ibu dan menggenggamnya, “Soo Yeon juga
mengatakan tak apa-apa. Jika kenangan buruk itu menghampirinya lagi, kita harus
membuatnya merasa lebih baik. Apa yang harus kulakukan jika cintaku ini
menangis?”
Ibu mencoba menahan air matanya dan menggenggam tangan Jung
Woo. Ia meminta maaf karena semua ini (yang terjadi pada Soo Yeon dan Jung Woo) adalah
kesalahannya.
Maka Jung Woo pun meminta ibu melakukan satu hal untuknya,
“Tolong beritahu Soo Yeon mengenai ayahnya. Memang sekarang tak penting, apakah
Soo Yeon itu anak seorang pembunuh ataukah bukan. Tapi bagi Soo Yeon, kenyataan
itu merupakan beban berat bagi Soo Yeon.”
Menyadari kebenaran ucapan Jung Woo, Ibu tersenyum dan
menyanggupi permintan Jung Woo. Tapi ia tak menyadari kalau putrinya datang ke
restoran itu.
Tapi Jung Woo melihatnya. Ia melihat Soo Yeon yang terpaku
di depan restoran dan melihat mereka berdua, buru-buru pergi keluar. Jung Woo
pun buru-buru pamit pada ibu Soo Yeon, dan mengikuti kemana Soo Yeon pergi.
Ia melihat Soo Yeon memilih syal merah dan mengalungkan ke
lehernya sendiri. Tapi bukan syal itu yang dilihatnya, tapi air mata yang
mengalir di pipi Soo Yeon. Ia bergumam heran, “Ia menangis lagi.”
Soo Yeon membeli minuman kaleng hangat.
Begitu pula Jung Woo. Dengan syal tergantung di lehernya
juga. Astaga.. ternyata Jung Woo beli sendiri ya syal-nya.. LOL.
Sedih rasanya melihat Soo Yeon malam ini. Setelah Harry
memperlakukannya seperti itu, ia pergi ke restoran, ingin menemui ibunya
sendiri. Tapi ibu kandungnya yang dulu memintanya untuk pergi karena ibunya tak
bisa meninggalkan Jung Woo, sekarang bersama dengan Jung Woo.
Maka ia hanya bisa menatap iri melihat orang tua muda yang
berfoto dengan anaknya, menyadari kalau kegembiraan seperti itu mungkin tak
akan ia dapatkan lagi.
Jung Woo memperhatikan kesedihan itu dan menjejeri Soo Yeon. Namun di saat berada di sisi Soo Yeon, ia
berkata ceria, “Ohh.. dinginnya!”
Soo Yeon kaget melihat Jung Woo yang sudah ada di sisinya,
lengkap dengan syal yang sama pula dengannya dan menyapanya, “Apakah kau tak
kedinginan?”
“Jung Woo-ya..”
Jung Woo memeluk bahu Soo Yeon sok akrab, tak mempedulikan
kekagetan Soo Yeon, “Hari ini, penjahat yang akan aku tangkap, lepas di depan
mataku. Teman, hiburlah diriku, ya..”
Seperti yang ia lakukan pada ibu Soo Yeon dulu, ia
menceritakan kejadiannya hari ini pada Soo Yeon. Sambil membawa Soo Yeon
berjalan-jalan, ia membuat Soo yeon tersenyum dengan ceritanya yang berapi-api.
Setelah ceritanya selesai, bukannya mengomentari cerita itu,
Soo Yeon malah bertanya, “Sejak kapan kau mengikutiku?”
Jung Woo pun merajuk mendengar pertanyaan itu, “Apa itu jadi
masalah sekarang? Aku kehilangan penjahat itu di depan mataku,” Soo Yeon pun
merasa tak enak hati karena pertanyaannya. Jung Woo pun menenangkannya, “Tak
apa-apa. Tak masalah. Aku hanya perlu menangkapnya lagi. Dan saat ia tertangkap
nanti, ia akan mendapat dua pukulan sekaligus.”
Jung Woo pun melepaskan pelukannya dan bak petinju ia
meludah dan berkata, “Minggir kau!”. Tentu saja Soo Yeon kaget diusir seperti
itu. Tapi tentu saja bukan Soo Yeon yang diusir, karena Jung Woo sedang
mempraktekkan ajaran rahasia Detektif Kim dan ia bertanya, “Apa kau tak ingat?”
Mendengar kata Detektif Kim, Soo Yeon berkata kalau ia tadi
siang pergi ke makam Detektif Kim. Jung Woo menjawab kalau seharusnya Soo Yeon
mengajaknya. Tapi menurut Soo Yeon, ia ingin mengingat kenangannya dulu, dan ia
akan memberitahu Jung Woo kalau ia teringat sesuatu.
Jung Woo berkata lega, karena rasanya senang juga memiliki
seorang teman. Ia meraih tangan Soo Yeon, dan Soo Yeon refleks berteriak
kesakitan karena tangan yang di pegang Jung Woo itu adalah tangannya yang tadi
terantuk pagar.
Jung Woo langsung berhenti dan memeriksa tangan Soo Yeon,
walau Soo Yeon bersikeras menyembunyikannya. Ia melihat lebam merah itu dan
tanpa ditanya, Soo Yeon langsung menjelaskan kalau tangannya terantuk sesuatu.
Walau tak percaya akan ucapan Soo Yeon, Jung Woo
membiarkannya. Dengan hati-hati, ia menggenggam tangan Soo Yeon dan
memasukkannya ke dalam saku jasnya agar tangan itu hangat, dan mengajak Soo
Yeon untuk minum soju.
Tapi Soo Yeon melepaskan tangan Jung Woo dan berkata kalau
ia harus pergi dan ia memanggil taksi. Jung Woo mencoba menghentikannya dengan
mengatakan kalau ia sedang bersedih, “Sebagai teman, apakah kau tak mau
menyemangatiku?”
Soo Yeon berkata kalau lain kali ia akan mentraktir Jung
Woo. Ia akan pergi memanggil taksi lagi, tapi kali ini Jung Woo menghentikannya
lagi. Tapi kali ini Jung Woo akan mengantarnya. Ia melepaskan syal dari
lehernya dan mengalungkan syal itu ke leher dan wajah Soo Yeon, berkata kalau
hari ini sangat dingin.
Soo Yeon terpaku diam merasakan kehangatan syal itu. Ia
menuruti Jung Woo yang membawanya ke dalam taksi yang baru saja ia dapatkan.
Di dalam taksi, Jung Woo berkata kalau ia akan tidur
sebentar dan minta dibangunkan saat sampai di rumah Soo Yeon.
Melihat Jung Woo sudah tertidur, Soo Yeon menggunakan
kesempatan itu untuk mengeluarkan perasaannya. Ia menarik lengan kaosnya,
menutup kedua pergelangan tangannya. Bersembunyi ke dalam syal Jung Woo yang
menutupi mukanya, iapun terisak pelan, menangis.
Dan Jung Woo mendengarnya. Tanpa menoleh pada gadis itu,
Jung Woo mendengarkan kesedihannya.
Sampai di depan rumah, Soo Yeon melepaskan syal Jung Woo dan
berniat mengembalikannya. Tapi Jung Woo hanya memandangnya, membuat Soo Yeon
salah tingkah, dan akhirnya berkata, “Benar juga. Sejujurnya, syal ini tak
cocok untukmu. Nanti aku akan memberimu yang lebih bagus lagi.”
Tapi bukan itu yang dimaksud oleh Jung Woo. Seakan tahu asal
kesedihan Soo Yeon, Jung Woo bertanya bisakah Soo Yeon untuk tak pergi?
“Jung Woo ya..,” kata Soo Yeon memperingatkan.
“Soo Yeon ah..” sela Jung Woo. “Apakah kau harus pergi? Apa
benar ini adalah yang kau inginkan?”
Soo Yeon mengangguk ragu. Tapi itu sudah cukup bagi Jung
Woo. Ia tersenyum dan berkata kalau ia
akan melepaskan Soo Yeon, “Jangan berpikir kalau aku akan menunggumu selamanya.
Jika ia membuatmu menangis sekali lagi.. aku tak akan menunggumu untuk kembali.
Aku akan datang untuk membawamu pergi bersamaku.”
Di lift, masih menggenggam syal Jung Woo, Soo Yeon teringat
kata-kata terakhir Jung Woo. Dan dengan itu ia keluar lift untuk masuk rumah.
Betapa kagetnya ia melihat Harry sedang duduk di sofa dengan
soju dan makanan yang hanya ada di kedai minum. Harry sepertinya ingin berdamai
karena ia berkata kalau ia sudah menerima hukumannya selama 3 jam ini, “Karena ini
juga pertama kalinya bagiku, aku tak tahu bagaimana caranya untuk membuatmu
merasa lebih baik.”
Soo Yeon duduk dan berkata kalau ingin menyampaikan sesuatu.
“Aku ingin menemui ibu dan Jung Woo. Jika bisa, aku juga ingin membantu mencari
pembunuh Detektif Kim.”
Harry tertawa dan itu membuat Soo Yeon tersinggung, “Apa
yang kukatakan tadi itu lucu?”
“Maafkan aku,” jawab Harry. “Tapi kudengar Han Jung Woo
adalah detektif yang kompeten. Kalau ia saja tak bisa mencari pelakunya selama
14 tahun ini, apalagi bagaimana kau bisa membantunya?”
“Apa nama tempat yang kita diami sebelum kita meninggalkan Korea?”
tanya Soo Yeon dingin. “Kata Jung Woo, Detektif Kim meneleponnya saat ia
menemukanku di sana. Saat itu aku sedang tak bisa berpikir, jadi aku tak dapat
mengingatnya. Tapi mungkin kau mengetahui tempat itu.”
Harry menjawab dengan menceritakan kejadian 14 tahun yang
lalu. Saat itu juga tak bisa berpikir, karena ia yang berusia 12 tahun, harus
melarikan diri dari kejaran orang yang ingin membunuhnya. Hal yang ia ingat
adalah kata-kata dari seorang gadis yang khawatir padanya, yang bertanya apakah
ia baik-baik saja dan apakah ia terluka. Kata-kata itu dari Soo Yeon. Maka ia
memutuskan untuk menyelamatkan Soo Yeon. Ia akan melindungi Soo Yeon, “Dan
hatiku masih sama seperti yang dulu.”
Harry mengambil laptopnya dan menunjukkan foto ibunya pada
Soo Yeon. Soo Yeon kaget, bukankah katanya ibu Harry sudah meninggal?
Harry menjelaskan kalau orang yang telah membunuh ibunya,
sekarang ingin mencoba membunuhnya, “Aku tak tahu siapa, juga tak tahu
alasannya. Tapi karena itulah dulu aku harus melarikan diri dan mengganti
identitasku. Tante berkata, kalau pembunuh itu tahu kalau akulah yang membawamu
pergi. Dan apakah kau tahu apa artinya?”
“Jika kau kembali menjadi Lee Soo Yeon, aku akan kembali menjadi Kang Hyung Joon. Dan orang itu akan menemukanku.” |
Menyadari bahaya yang akan dihadapi Harry, membuat Soo Yeon
khawatir, “Kenapa kau tak memberitahu padaku kalau orang itu masih mencarimu?”
Harry mengatakan kalau ia sudah melakukannya. Ia pernah
meminta Soo Yeon untuk tak melupakan kalau ia adalah Zoe. “Aku tahu kalau kau
tak mencintaiku. Tapi aku tak dapat melepaskanmu, karena hingga detik terakhir,
aku akan tetap melindungimu.”
Mendengar kata-kata terakhir Harry, Soo Yeon menggenggam
syal Jung Woo lebih erat lagi.
Harry berkata kalau ia menyukai Han Jung Woo. Jung Woo
pernah menyelamatkannya dari kobaran api. Jung Woo juga yang menemukan kalung
yang sekarang dipakai oleh Soo Yeon, “Zoe, jika saja kau tak goyah, kita
bertiga dapat berteman baik.
Jung Woo memandangi foto-foto mayat Sang Chul, tapi ia tak
dapat berkonsentrasi. Ia malah teringat pada tangan Soo Yeon yang lebam. Dan ia
juga teringat kata-kata Soo Yeon yang membenarkan kalau ia tak akan pernah
kembali.
Dan rupanya kata-kata Jung Woo juga terngiang di benak Soo
Yeon. Soo Yeon menatap dirinya sendiri di kaca, seakan bertanya siapakah gadis
yang berdiri di depannya?
Soo Yeon menuliskan namanya. Lee Soo Yeon. Hanya sesaat,
karena ia kemudian teringat ucapan Harry: Jika kau kembali menjadi Lee Soo Yeon, aku akan kembali
menjadi Kang Hyung Joon. Dan orang itu akan menemukanku. Dan karena itulah ia menghapus nama itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar