Setelah ayahnya pergi, Jung Woo
mulai membongkar ruang kerja ayahnya. Ia membuka-buka semua dokumen yang ada di
lemari ayahnya dan menemukan dokumen Zoe dan Harry Borrison yang pernah
diberikan Sekretaris Yoon pada ayahnya.
Ia juga melihat ada sebuah lemari
yang terkunci. Sepertinya sebuah safety box. Ia memotret lemari itu dan
mengirimkan gambar itu pada Detektif Joo dan bertanya bagaimana cara membuka
kotak itu.
Di tempat kerjanya, Soo Yeon
menyimpan USB itu ke dalam sepatu yang terpajang di rak dekat tempat tidurnya.
Mendadak tasnya yang berisi benang wol terjatuh. Ia segera mengejar gulungan
benang itu, namun gulungan itu berhenti saat mengenai sepasang kaki.
Jung Woo.
Soo Yeon terkejut melihat
kedatangan Jung Woo. Apalagi Jung Woo langsung memegang pipinya, dan bertanya
darimana Soo Yeon pergi karena wajah Soo Yeon amat sangat dingin.
“Tanganmu bahkan lebih dingin
lagi,” jawab Soo Yeon, “Aku pergi untuk membeli beberapa benang. Aku ingin
merajut untuk menghilangkan pikiran-pikiran yang lain.”
Ahh.. jadi Jung Woo menempelkan
tangan ke pipi untuk menghangatkan tangan, ya. Mata Jung Woo melebar mendengar
kalimat Soo Yeon yang terakhir.
“Pikiran yang lain?” tanya Jung
Woo tiba-tiba dan langsung mengecup bibir Soo Yeon, sehingga Soo Yeon terkejut.
Jung Woo menebak pikiran Soo Yeon yang lain itu, “Ddukbokki?” ia pun mengecup
Soo Yeon lagi, “Sundae?” dan mengecup bibir Soo Yeon lagi, “Soda?” kali ini ia
mencium Soo Yeon dan tersenyum menatapnya, “Aku membawa semuanya untukmu.”
Aww.. Soo Yeon terpana menerima
ciuman itu, tak menyadari kalau Jung Woo telah mengacungkan buku hariannya dan
berkata, “Kita akan menggunakan ini bersama-sama mulai sekarang, jadi aku akan
memintamu untuk menyimpannya.”
Soo Yeon kembali terpana dan
tersenyum melihat kembali buku hariannya, “Kau benar-benar menyimpannya?”
Tapi senyumnya hilang saat
mendengar Jung Woo mengutip tulisan di buku hariannya, “Tik! Hanya satu
lingkaran yang muncul, ‘Aku menyukainya. Tetes hujan yang memberitahukanku.
Tetes hujan yang memberitahukanku kalau aku menyukaimu.”
“Berikan padaku,” pinta Soo Yeon
sambil merebut buku harian itu dari tangan Jung Woo. Tapi tak mudah, karena
Jung Woo langsung lari kabur dari jangkauan Soo Yeon, sehingga Soo Yeon harus
mengejarnya untuk mengambil buku harian yang jauh di atasnya.
“Han Jung Woo! Berikan padaku!”
Soo Yeon semakin panik karena Jung Woo terus menghindar dan menggodanya dengan
menyebutkan semua kata-kata yang ia tulis di buku itu. Jika kau berharap tanpa putus asa, harapanmu akan menjadi kenyataan.
Mengharaplah dengan melempar kerikil di genangan air.
“Kupikir aku akan gila. Walau kau
ada di sampingku, aku selalu memikirkanmu,” ujar Jung Woo kembali menirukan
kata-kata di buku hariannya. Soo Yeon terus mengejar Jung Woo.
Tapi kali ini ia tak menghindar
lagi, malah menangkap Soo Yeon dan berkata lembut saat memeluknya, “Soo Yeon,
berkat buku harian itu, aku mampu bertahan selama ini. Tetaplah mencintaiku
seperti itu.”
Dan Soo Yeon menjawab permintaan
Jung Woo dengan menyentuh pundak Jung Woo lembut dan membalas pelukannya.
Merasakan pelukan itu, Jung Woo semakin mempererat pelukannya.
Ternyata kepergian Tae Joon dari
rumah adalah ide dari Harry. Atas perintah Harry, Sekretaris Yoon mengatur
pertemuan antara investor Jepang yang hendak menemui Tae Joon untuk urusan
investasi di Kamboja. Harry menyuruh Sekretaris Yoon untuk menahan Tae Joon di
sana.
Kepergian Tae Joon berarti rumah
menjadi kosong dan Harry dapat leluasa mastanuk ke rumah itu. Di halaman rumah,
Harry menatap rumah Tae Joon dengan berbinar-binar dan berkata
“Zoe, aku datang untuk menemui ibuku.” |
Menemani Soo Yeon makan ddukbogi,
Jung Woo menggulung benang wol dan menceritakan
kekesalannya karena gagal menangkap penjahat, bahkan sampai dua kali.
Ia juga
kesal karena penjahat itu bahkan sempat menyandera Ah Reum agar bisa lolos,
“Kalau ia tertangkap, ia akan aku pukuli sampai mati. Lima pukulan godzilla!”
Soo Yeon heran mendengar penjahat
itu sampai mendatangi rumah Jung Woo. Dan Jung Woo pun menceritakan kalau ada
beberapa kasus pembunuhan yang semuanya berkaitan dengan kejadian yang mereka
alami 14 tahun yang lalu, “Aku tak begitu yakin akan alasan pembunuhan itu. Aku
juga ingin membunuh Kang Sang Deuk dan Kang Sang Chul. Tapi, Soo Yeon, kau pun
juga tahu kan kalau seseorang tak boleh membunuh orang lain?”
Soo Yeon terdiam, mendengarkan
kelanjutan cerita Jung Woo. Jung Woo menduga kalau penjahat itu menyimpan
dendam pada keluarganya, “Karena itu ia datang ke rumah. Ia seakan bergerak di
sekitarku.”
“Kau mungkin juga dalam bahaya,”
ujar Soo Yeon khawatir. Tapi Jung Woo menenangkan kalau ia adalah si kelinci
gila dari bagian reserse kriminal, jadi Soo Yeon tak perlu khawatir.
Namun kekhawatiran Soo Yeon
menjadi berlipat-lipat saat Jung Woo menunjukkan foto di handphnenya dan
mengatakan kalau ternyata tante yang pernah ia ceritakan bukanlah tantenya.
Wanita yang menurut Jung Woo
lebih cantik, tapi bukan kecantikan wajah wanita itu yang dilihat Soo Yeon, melainkan
kemiripan foto wanita itu dengan foto wanita yang disebutkan Harry sebagai
ibunya yang sudah meninggal.
Soo Yeon langsung mengerti
mengapa Harry tiba-tiba memukul tangan Jung Woo saat Jung Woo akan menunjukkan
foto tantenya. Ia juga menyadari apa maksud Harry yang ingin menjadikan anak
penjahat yang membuat kakinya pincang sama seperti dirinya. Ia tahu siapa
penjahat itu, dan ia tahu siapa putra penjahat itu.
Handphone yang ia pegang
terjatuh, membuat Jung Woo cemas dan segera menghampiri Soo Yeon. Tapi Soo Yeon
tak dapat menceritakan semua ini, karena jika ia menceritakan tentang Harry,
maka mungkin akan membahayakan Harry. Ia hanya bisa meminta, “Kuharap kau tak
melakukan apa yang sedang kau lakukan sekarang.”
Jung Woo tersenyum mendengar Soo
Yeon yang mengkhawatirkannya. Maka untuk menenangkannya, Jung Woo mengajak Soo
Yeon untuk menemui Detektif Choi, yang sudah dianggap ayah oleh almarhum
Detektif Kim, “Aku tak ingin pergi sendiri. Karena malu, aku bahkan tak berani
menemuinya hingga sekarang.”
Tapi Soo Yeon berkata kalau ia merasa
lebih malu lagi. Karena dialah, Detektif Kim tewas, “Katamu ia mendapat
kecelakaan saat mengikutiku.”
Jung Woo menatap wajah Soo Yeon
yang tertunduk. Ia dapat merasakan kalau Soo Yeon menyembunyikan sesuatu
darinya. Tapi Soo Yeon membantahnya. Dan untung bagi Soo Yeon karena Mi Ran
meneleponnya.
Ia buru-buru pergi ke kamar tidurnya untuk menerima telepon itu
di bawah tatapan curiga Jung Woo.
Ternyata Mi Ran berterima kasih
karena berkat Soo Yeon, Harry mau membantunya. Soo Yeon terkejut mendengar
Harry sekarang berada di rumah Mi Ran (yang berarti ada di rumah tempat ibu
Harry tinggal).
Ia meminta Mi Ran untuk memberikan handphonenya pada Harry,
tapi Harry tak mau. Dan Mi Ran pun yang menduga kalau Soo Yeon sedang
bertengkar dengan Harry, menutup teleponnya.
Soo Yeon semakin cemas dan mencoba
menghubungi handphone Harry. Tapi Harry tak mau mengangkatnya. Soo Yeon kembali
menelepon Mi Ran, tapi Mi Ran menuruti perintah Harry untuk tak mengangkatnya
dan memeriksa dokumen kredit yang ia bawakan untuk Mi Ran.
Harry mengalihkan perhatian Mi
Ran pada maksud tujuannya ia datang kemari. Apakah Mi Ran yakin kalau uang yang
ia pinjamkan untuk pembukaan butik nanti? Mi Ran mengatakan cukup.
Tapi yang
membuatnya tak enak adalah karena ia kembali meminjam uang, padahal uang yang
dipinjam Sekdir Nam belum kembali. Ia lebih suka jika Hyung Joon berinvestasi di
butiknya daripada meminjamkan uang (mungkin tanpa bunga) seperti ini.
Harry mengatakan kalau yang
ia lakukan ini hanyalah formalitas, jadi ia meminta Mi Ran untuk tak merasa
terbebani. Ia juga menyadari kalau Tae Joon belum mengembalikan uang yang dipinjam
darinya.
Mi Ran mengakui kalau kondisi keluarganya sedang dalam kondisi sulit,
bahkan Jung Woo pun juga keluar dari keolisian, “Kau adalah benar-benar teman
Jung Woo, kan?”
Harry membenarkan walau
mengatakan kalau Jung Woo membuatnya gugup setiap waktu karena ia tak tahu
kemana Jung Woo akan pergi. Walau begitu, Harry mengatakan kalau Jung Woo
adalah teman yang mengasyikkan.
Jung Woo semakin tak dapat
menutupi kecurigaannya saat selesai berbicara di telepon, Soo Yeon langsung
membereskan makanan yang belum habis ia makan. Ia juga menyuruh Jung Woo untuk
segera pergi menemui Detektif Choi.
Jung Woo langsung berjalan menghampiri
Soo Yeon. Bukannya mengatakan kecurigaan, Jung Woo malah meletakkan handphone ke
tangan Soo Yeon, “Segeralah angkat. Kalau kau tak mengangkat dalam 3 deringan,
aku akan membawa surat penahanan untukmu.”
Soo Yeon tersenyum mendengar gurauan
Jung Woo dan meminta agar Jung Woo berhenti mencemaskannya. Ia berharap agar
Jung Woo pulang dari tempat detektif Choi dengan membawa kabar baik. Jung Woo
tersenyum dan berkata kalau ia tak mendapat kabar baik, maka ia akan
membuatnya.
Jung Woo merangkul bahu Soo Yeon
dan mengerti perasaan Soo Yeon yang sedang mencemaskan Harry. Soo Yeon tak
perlu membohonginya dan memendamnya sendirian. Soo Yeon dapat menceritakannya
padanya. Walau ia merasa ingin menghajar Harry karena mengganggu pikirannya, ia
dapat pergi minum dan tahan dipukul (seperti yang Harry lakukan padanya)
Soo Yeon merasa bersalah jika Jung
Woo merasa seperti itu. Tapi Jung Woo meminta agar Soo Yeon tak merasa
bersalah, karena rasa cintanya jauh melebihi perasaan bersalah Soo Yeon, “Aku
akan segera kembali. Tunggulah aku,” bisiknya lembut.
Mendengar hal itu, Soo Yeon langsung
memeluk Jung Woo, mengagetkannya. Dalam hati Soo Yeon meminta,
“Jung Woo ya, tak peduli apapun yang aku lakukan, tak peduli kemanapun aku pergi, pastikan kalau kau selalu mencariku, ya?” |
Jung Woo mendatangi tempat bilyar
yang dulu pernah ia datangi 14 tahun yang lalu dan kaget melihat tempat itu
sepi dan banyak dokumen yang berserakan.
Kakek Choi juga kaget melihat Jung
Woo, dan tak mengenalinya. Apalagi Kakek Choi pun memukul kepalanya
karena berbicara dengan non formal padanya. Jung Woo meminta maaf dan
dengan bahasa jeonmal, ia menceritakan dirinya dan detektif Kim untuk
menyegarkan ingatan Kakek Choi. Tapi kakek Choi malah mengusirnya,
“Keluar kau.
Dasar si kelinci gila!”
Jung Woo terbelalak mendengar
panggilan itu, yang berarti kakek Choi sudah tahu siapa dirinya. Ia juga
terbelalak melihat tumpukan koran yang ada di sana. Semuanya adalah informasi
tentang kejadian 14 tahun yang lalu.
Kakek Choi berkata kalau ia melakukan
penyelidikan ini karena iseng. Tapi Jung Woo bertanya apakah Kakek Choi juga
pergi ke RSJ Jaekyung karena iseng? Bagaimana Kakek Choi tahu kalau kejadian 14
tahun yang lalu ada hubungannya dengan RSJ Jaekyung?
Jung Woo seakan mendapatkan mata
kuliah Pengantar Menjadi Detektif, karena Kakek Choi menjelaskan kalau gudang
tempat Jung Woo dan Soo Yeon diculik dan tebing tempat Detektif Kim jatuh, berada di wilayah yang sama dengan RSJ
Jaekyung. Wilayah Suseong,
“Dengan mengejar bukti yang hanya di depanmu, kau tahu sudah berapa bukti yang kau lewatkan? Pertama-tama, kau harus memahami jalur yang ditempuh si pelaku.” |
Kakek Choi memberitahu kalau
pelaku juga bersembunyi di tempat yang sama dengan tempat tinggal Soo Yeon yang
terakhir dan cukup terkejut karena Jung Woo tahu kalau tempat tinggal Soo Yeon
terakhir adalah di dekat pabrik batu bara.
Jung Woo menjelaskan kalau ia
tahu karena kata-kata Detektif Kim saat meneleponnya (‘Serbuk batu bara membuat
tenggorokanku gatal’). Ia telah memeriksa tempat di sekitar situ namun pabrik
itu sudah tak ada. Sementara Kakek Choi tahu tentang pabrik batubara karena
ditemukan serbuk itu di mobil Detektif Kim.
Kakek Choi berkata kalau semuanya
sudah terbakar, bahkan gudang tempat Jung Woo disekap pun juga terbakar. Jung
Woo berkata kalau semua itu adalah tindakan ayahnya, “Tentunya kakek juga
mengetahui hal ini, kan? Karena itu Kakek tak mencariku, kan?”
Kakek Choi terkejut mendengar
kata-kata Jung Woo. Tapi Jung Woo berkata kalau ia sudah tahu kalau ayahnya
terlibat dalam kejadian ini, dan ia sudah siap dan meminta Kakek Choi untuk
menceritakan semuanya.
Harry ditinggal sendiri, karena
Mi Ran mengurusi Hyun Joo yang sepertinya keluar kamar. Ia sangat geram
mendengar percakapan Mi Ran yang memarahi ibunya. Ah Reum yang disalahkan
karena tak mengawasi Hyun Joo juga ikut kesal dan bertanya pada ibunya, mengapa
wanita itu tak dibawa ke rumah sakit jiwa saja jika ibunya tak sanggup
menanganinya?
Harry hanya bisa mencengkeram
tongkatnya dan menatap marah pada orang-orang yang ribut di balik pintu.
Tapi
begitu pintu terbuka, ia menampakkan muka manisnya dan berkata pada Mi Ran kalau
ia telah meminta pengacaranya untuk mengirim dokumen via fax. Mi Ran diminta
untuk merubah tenggat waktu untuk hutang yang ditinggalkan Sekdir Nam dengan
tulisan tangannya sebelum ditandangani.
Mi Ran yang tak paham akan
masalah hukum meminta agar mereka lakukan seadanya saja. Tapi Harry berkata
kalau mereka harus melakukan dengan benar dan mengulang prosedur yang harus Mi
Ran lakukan. Mi Ran membuka draft dokumen dan Harry menggunakan kesempatan itu
untuk keluar kamar.
Saat diluar, ia melihat kamar di
sebelah, dan setelah sesaat ragu, ia membuka kamar itu.
Soo Yeon ternyata pergi ke rumah
Jung Woo. Sepanjang perjalanan ia terus menelepon Harry tapi tak berhasil.
Sesampainya di depan gerbang, ia ditahan oleh para satpam yang mendapat
perintah untuk tak membiarkan orang lain masuk. Tapi Soo Yeon tetap memaksa
masuk.
Dan Harry pun melihat ibunya.
Ibunya yang duduk di tempat tidur sambil membuat kerajinan dari plastik. Ia
terpaku melihat ibunya, tongkat yang ia pegang terjatuh, membuat ibunya kaget.
Saat menoleh, Hyun Joo kaget
melihat seorang pria muda berjalan tertatih-tatih menghampirinya, dan berkata
sambil menangis, “Ibu, apakah ini ibu?”
Hyun Joo mulai memanggil nama Han
Tae Joon dengan lirih, tapi ia diam saat Harry berkata sambil menangis seakan
memohon, “Ibu.. ini aku, Joon. Hyung Joon. Satu-satunya yang paling ibu cintai
di dunia ini.”
“Bayi..” gumam Hyun Joo. Dan ia
teringat saat ia memanggil Bayi.. Bayi..
Joon.. Bayi..dan melihat saat Hyung Joon diseret oleh Perawat Hye Mi masuk
ke dalam mobil.
Hyung Joon mencoba memeluk
ibunya, tapi ibunya menjauh dan malah menyuruhnya memanggil Han Tae Joon. Dari
luar terdengar suara Soo Yeon yang mencari Harry. Dan terdengar pintu terbuka.
Soo Yeon masuk, dan saat itu juga ibunya berteriak-teriak, “Panggilkan Han Tae
Joon.. Panggil Han Tae Joon!! Kenapa kau tak panggil Han Tae Joon!! Han Tae
Joon!!”
Hyung Joon terkejut melihat
ibunya tak mengenalinya malah mencari Han Tae Joon. Soo Yeon yang melihat
wanita yang hanya pernah ia lihat di foto, dan melihat Harry yang shock, segera
memeluk Hyung Joon dan menutup telinganya.
Mi Ran masuk dan segera
menenangkan Hyun Joo. Tapi Hyun Joo sudah histeris dan berteriak memanggil Han
Tae Joon.
Walau dipeluk Soo Yeon, Hyung
Joon tetap ingin menatap ibunya, berharap ibunya mengenalinya. Tapi ibunya
tetap berteriak dan tak mengenalinya, membuat tangis Hyung Joon semakin keras.
Soo Yeon mencoba menenangkannya, tapi Hyung Joon tak dapat menahan diri. Ia
terus menangis.
(Seakan malu) Mi Ran menutupi
Hyun Joo dengan selimut dan meminta Soo Yeon untuk membawa Harry pergi.
Walau
begitu ia sempat melihat Harry yang menangis tersedu-sedu yang ditenangkan oleh
Soo Yeon yang berkata, “Jangan
dengarkan.. jangan dengarkan.. semuanya baik-baik saja..”
Harry pergi dari rumah dan
langsung memasuki mobil. Soo Yeon mengejarnya dan masuk ke dalam mobil. Ia
meminta Harry untuk tenang dan berbicara sebentar dengannya. Tapi Harry yang
sudah kalap, tak mau. Ia melarikan mobilnya dengan kencang. Soo Yeon hanya bisa
mengawasi Harry dengan khawatir.
Jung Woo mengambil kotak dari rak
paling atas dan membongkar isinya. Salah satu isinya adalah plastik berisi
kaleng soda yang tergencet separuh. Namun yang menarik perhatiannya adalah
sebuah foto.
Foto seorang wanita yang dulu pernah ia lihat. Wanita yang saat ia
lihat sudah menjadi mayat.
Michelle Kim.
Ia teringat reaksi Sekdir Nam
saat ia menunjukkan foto Michelle Kim. Dan ia juga menyadari sesuatu kalau foto
itu terlalu tebal untuk sehelai foto.
Ia mengambil foto itu dari plastik
pembungkus, dan melihat foto itu ada dua. Ia melepas foto Michelle Kim dari
kertas di bawahnya.
Dan ada foto anak laki-laki di
sana. Foto anak laki-laki yang pernah ia selamatkan saat terjadi kebakaran di
dekat rumah Soo Yeon. Foto anak laki-laki yang kakinya terluka parah. Dan ia
juga teringat saat ia melihat Harry Borison pertama kali dengan kakinya yang
ditopang tongkat.
Dan ia menyadari semuanya.
Di tempat yang sepi, Harry menghentikan
mobilnya tiba-tiba dan berteriak meluapkan kemarahannya. Soo Yeon bertanya
tentang perasaan Harry. Tapi Harry menjerit, “Aku ini Joon! Aku ini Joon. Kang
Hyung Joon!!”
Soo Yeon kaget mendengar Hyung
Joon yang histeris pada masa lalunya. Perlahan ia mengajak Hyung Joon pulang.
Tapi Hyung Joon malah bertanya, “Kau
melihat ibuku, kan? Ia tak mengenaliku,” kata Hyung Joon geram, “Semuanya ini
karena Han Tae Joon. Menurutmu apa yang harus aku lakukan?”
Seakan tak kaget, Soo Yeon
menjawab kalau lebih baik mereka membicarakan hal ini dirumah. Hyung Joon
bertanya apakah Soo Yeon sudah tahu tentang hal ini?
Soo Yeon menjawab kalau ia sudah
tahu kalau orang yang melukai kaki Hyung joon, orang yang membuat ibu Hyung
Joon disangka sudah mati dan sekarang seperti ini adalah Han Tae Joon, “Dan kau
juga sudah mengetahuinya. Kang Hyung Joon, apa karena itu kau datang ke sana
untuk menemui ibumu, kan?”
Hyung Joon membantahnya, “Aku tak
tahu.” Tapi Soo Yeon tak percaya, “Kau tahu.”
“Lee Soo Yeon!” bentak Hyung
Joon. “Kenapa kau melakukan hal ini padaku?”
“Apa yang sebenarnya kau
inginkan?” tanya Soo Yeon.
“Kenapa? Apa kau takut kalau aku
akan membunuh Han Jung Woo?” bentak Hyung Joon.
Dan tak disangka, mobil Jung Woo
datang dan ia keluar dengan menghampiri sisi pintu mobil Hyung Joon. Tanpa ba
bi bu, ia langsung membuka pintu mobil Hyung Joon.
Hyung Joon membentak, menyuruh
Jung Woo untuk menutup pintu mobilnya.
Tapi Jung Woo dengan tenang
berkata, “Temperamennya masih juga belum berubah. Persis seperti 14 tahun yang
lalu.”
Soo Yeon terkejut mendengarnya.
Begitu pula Hyung Joon. Mereka menoleh pada Jung Woo, yang menyapa seakan
bertemu dengan teman lama,
“Lama tak bertemu.. bocah.” |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar