Páginas

Minggu, 05 Januari 2014

Sinopsis I Miss You Episode 18 - 2


Sekarang Jung Woo sudah mulai tenang walau tatapannya menerawang, masih mencerna semua informasi mengejutkan yang baru saja didengarnya. 

Saat Soo Yeon datang, ia menatap Soo Yeon sedih, bertanya akan penderitaan yang dialami Soo Yeon. “Mengapa kau hidup seperti ini? Walau aku sendiri tak memiliki banyak ruang untuk berbicara, tapi jika melihat kehidupanmu, mengapa semuanya tampak sangat payah?”


Soo Yeon hanya tersenyum dan mengulurkan salah satu gelas pada Jung Woo, memintanya untuk minum. Tapi Jung Woo masih tak mau, seakan ingin merasakan dinginnya cuaca yang membuat tubuhnya lebih tersiksa.

Akhirnya Soo Yeon meletakkan gelasnya sendiri untuk kemudian meraih tangan Jung Woo,  dan menghangatkan tangan Jung Woo dengan meletakkan gelas panas yang ia pegang, “Aku semakin membaik setelah bertemu denganmu,” kata Soo Yeon mencoba meyakinkan. “ Jung Woo, bertemu denganmu sangatlah cukup untukku.”

Soo Yeon menyadari betapa sedihnya ia setelah ia menangis di bis tadi. Ia setuju dengan kata-kata Jung Woo yang merasa kehidupan ini sangatlah payah. Ia tak hanya dicap sebagai anak pembunuh, tapi sekarang ia juga harus hidup sebagai pembunuh. Semua itu menyebabkan kenangan buruk masa lalunya kembali lagi.

“Tapi..” Soo Yeon menoleh, menatap pada Jung Woo, “..kau sekarang berada di sampingku. Aku pasti sudah gila, karena semua yang kubutuhkan cukup hanyalah dirimu.”
Soo Yeon merasa tak dapat memahami ataupun memaafkan Harry, tapi perasaan itu malah membuatnya merasa tercekik seakan nafas berhenti di lehernya, “Aku berharap kau bisa menghentikan perasaan ini.”


Jung Woo menatap Soo Yeon ragu. (Karena ia membenci Harry), ia tak yakin bisa mengabulkan permintaan itu. Tapi Soo Yeon tersenyum, mengangguk menguatkan Jung Woo.


Jung Woo termenung, mengingat semua ucapan Soo Yeon sebelumnya.


“Kupikir ibu Hyung Joonlah yang menyuruh orang untuk menculikmu. Saat itu ibu tirimu  bertanya pada Harry apakah ia tahu kalau ibunyalah yang bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada Lee Soo Yeon. Kau pasti dapat menebak alasannya, kan? Karena uang.


‘Tapi yang dilakukan Harry sekarang ini bukan karena uang. Ia ingin melukai semua orang yang pernah melukainya.  Ayahmu..  dirimu.. dan aku.”


Ibu sepertinya sudah mulai dekat dengan Hyun Joo, karena saat melihat Hyun Joo tertidur dengan posisi yang tak nyaman, ia membenahi bantal yang ditiduri Hyun Joo dan mengusap kepala Hyun Joo seperti pada anaknya.


Ia juga melihat kalau Hyun Joo memegang erat kalung kunci itu dan berniat melepasnya. Tapi dalam tidurnya pun Hyun Joo tak mau melepaskan kalung itu, dan ia menggumam kalau ia harus memberikannya pada Hyung Joon.

Ternyata tak hanya Ah Reum yang mengagumi wajah Hyun Joo, ibu pun juga memuji wajah Hyun Joo yang menurutnya sangat halus.


Hyung Joon keluar rumah dengan sepedanya, dan mengagetkan detektif yang bertugas mengawasinya dengan mengetuk jendela mobil detektif itu sambil berkata, “Sampaikan pesanku pada Detektif Han. Apakah tak cukup ia merebut Zoe denganku, dan sekarang mau menjadikanku sebagai tersangka?”


Detektif itu sesaat hanya bengong, apalagi saat Hyung Joon memberikan botol minuman untuknya. Tapi ia langsung menjalankan mobilnya saat Hyung Joon mengayuh sepedanya lagi dan pergi. Sayangnya ia tak bisa mengejar, karena ada mobil yang datang dari arah lain, membuat jalanan macet.

 
Ternyata Hyung Joon menemui Tae Joon. Tae Joon memberitahu kalau istrinya sudah sadar dan begitu Mi Ran membuka mulut, maka akan tamat riwayat Hyung Joon. Tapi Hyung Joon tak dapat diancam begitu saja. Ia balas mengancam kalau Tae Joon tak mau segala dosanya terungkap, maka Mi Ran pun harus menutup mulutnya.


Tae Joon tertawa sinis karena dosa yang ia lakukan hanya perlu ia bayar dengan mendekam beberapa tahun di penjara. Tapi berbeda dengan Hyung Joon yang akan membusuk di penjara akan semua kejahatan(pembunuhan)nya, dan Hyung Joon juga tak akan bisa bertemu dengan ibunya pula.


Hyung Joon juga tersenyum sinis, “Seorang ibu yang hanya menanyakan Han Tae Joon?” ia menggelengkan kepalanya, “Aku tak membutuhkannya.”
Tae Joon memuji keputusan Hyung Joon, karena Hyun Joo telah hilang saat ia tak ada di rumah. Tapi sepertinya Hyung Joon masih memperhatikan ibunya, karena senyumnya hilang saat mendengar berita itu. Tae Joon tak mempedulikan ekspresi Hyung Joon dan berkata kalau mulanya ia berpikir kalau Hyung Joon mengambil ibunya bersamaan dengan saat Hyung Joon mencuri informasi yang ada di ruangannya.


Hyung Joon tersenyum mendengar kata informasi dan mengatakan kalau Sekretaris Yoon pasti sudah menggunakan informasi itu untuk mengosongkan uang di semua rekeningnya. Dan dengan polos ia bertanya, apa yang diinginkan Tae Joon dengan mengundangnnya datang kemari?


Tentu saja Tae Joon ingin uangnya dikembalikan. Hyung Joon pun menyanggupi untuk mengembalikan, karena ia juga tak membutuhkan uang itu, dengan syarat, “Anakmu, Han Jung Woo. Buatlah dia persis seperti apa yang pernah kau lakukan padaku.”


Tae Joon melihat kaki Hyung Joon, berpikir membuat kakinya pincanglah  yang diminta Hyung Joon. Tapi bukan itu permintaan Hyung Joon, “Seperti kau mengambil ibu dariku, ambillah apa yang paling berharga bagi Jung Woo,” Hyung Joon menoleh dan tersenyum pada kakak tirinya. “Lee Soo Yeon. Bukan hal yang sulit, kan? 14 tahun yang lalu pun, kau sudah pernah membunuhnya sekali.”


Mereka tak menyadari  kalau Detektif Joo ternyata mengintai mereka sambil menelepon Jung Woo. Detektif Joo heran akan tepatnya dugaan dugaan Jung Woo yang memintanya untuk membuntuti Tae Joon, ternyata Tae Joon pergi untuk menemui Harry. Jung Woo mengatakan akan lebih mudah untuk membuntuti ayahnya daripada Hyung Joon yang tanggap akan hal yang paling kecil sekalipun.


Detektif Joo memberitahu kalau hasil pemeriksaan DNA Harry dengan Dna yang di kaleng akan memakan waktu satu minggu, dan akan lebih baik jika hasilnya positif. Jung Woo meminta seniornya untuk memeriksa bank milik ayahnya yang 14 tahun yang lalu dan  ia yakin kalau pasti ada kaitan dengan Kang Hyun Joo.

Note: Sepertinya Bank Sangil itu adalah Bank Perkreditan Rakyat, yang 14 tahun yang lalu masih hanya berupa perusahaan kecil (dengan bentuk usaha CV).


Detektif Joo menghela nafas, karena semuanya ini mungkin berakar pada masalah uang, “Mereka mengejar kalian dan bersembunyi selama 14 tahun karena uang?”


Jung Woo mengiyakan, namun terdengar malu saat mengakuinya. Tapi ia mengakui walau keadaannya seperti ini, ia merasa lebih damai dibandingkan saat ia masih mencari-cari Soo Yeon, “Aku hanya berharap dapat menghabiskan waktu setidaknya hari ini saja dengan Soo Yeon tanpa mengkhawatirkan apapun. Apakah kau pikir hal itu bisa kulakukan?”

Aisshh.. kenapa ngomong seperti itu, Jung Woo-ya? Cabut, ayo cabut kembali kata-kata setidaknya hari ini saja itu.


Soo Yeon pergi ke sungai, mencari Jung Woo. Soo Yeon yang mengkhawatirkan perasaan Jung Woo setelah semua yang ia beritahukan kemarin, heran melihat Jung Woo yang tertawa-tawa bersama Ayah Joo.  Jung Woo berteriak senang saat ia berhasil memancing seekor ikan walau ayah Joo mengatakan kalau mereka tak mungkin bisa menangkap ikan di tengah bekunya sungai.


Jung Woo bangga bisa memancing ikan untuk hospot nanti, tapi ayah Joo mengoloknya, karena ikan itu terlalu kecil, bahkan tak cukup untuk membuat bubur ikan.


Mereka akhirnya melihat kedatangan Soo Yeon, dan melihat betapa muramnya Soo Yeon, Jung Woo menyuruhnya untuk ceria dan membuka tangan untuk menyihir Soo Yeon, “Swaaaa… Untuk sesaat, lupakan semua kenangan buruk yang terjadi kemarin, dan marilah buat kenangan baik di hari ini.”


Soo Yeon tersenyum melihat sihir Jung Woo lagi, begitu pula dengan ayah Joo. Ia mengulang gerakan tangan Jung Woo dan langsung menyukainya. Jung Woo pun tersenyum dan meminta ayah Joo untuk memotret mereka berdua dengan ikan hasil tangkapannya.


“Kau ingin dipotret dengan ikan yang sebesar cacing itu? Memalukan!” kata Ayah Joo, tapi Jung Woo tetap bersikeras karena ia tak tahu lagi kapan bisa memancing seperti ini. Ayah Joo akhirnya menerima kamera itu untuk memotret mereka berdua.


“Tahukan betapa sibuknya si kelinci gila ini?” tanya Jung Woo pada ayah Joo. “Ini adalah foto bersama kami setelah bertemu lagi semenjak 14 tahun yang lalu.”
Ayah Joo pun memberi aba-aba, pada hitungan ketiga ia akan memotret. Tapi Jung Woo yang nampak bahagia, langsung melompat di hitungan ketiga, dan mendekatkan dirinya pada Soo Yeon, “Tiga!”


Tentu saja ayah yang merasa belum mahir, merasa foto tadi kurang oke, dan meminta mereka berpose sekali lagi. Kali ini ia mengganti hitungan ketiga dengan gerakan sihir ala Jung Woo, “Satu, dua..”

 “Swaaaa…”


Mereka pergi ke toko untuk membeli bahan-bahan untuk memasak. Jung Woo ingin makan masakan yang persis seperti yang pernah ibu buat untuknya dan khusus menelepon ibu untuk menanyakan bumbu masaknya. Ia senang sekali mendengar kalau ia hanya perlu ikan segar (sudah! Tiga ekor) dan membeli bumbu dasar saja.

Soo Yeon tersenyum dan menggelengkan kepala, menandakan kalau tak sesederhana itu.


Siapa yang ia percayai? Tentu ibu Soo Yeon. Tapi ia terkejut dengan bumbu yang katanya dasar itu ternyata banyaaaakkk.. sekali. Ia berkata pada Soo Yeon kalau mereka dalam masalah besar dan merasa mereka tak bisa membuatnya.


Soo Yeon menenangkan Jung Woo dan berkata kalau foto saja sudah cukup, dan mereka bisa membakar ikan itu saja. Tapi Jung Woo tak mau dan memberikan handphonenya pada Soo Yeon.
Yaelah.. kalo yang susah aja, dilempar ke Soo Yeon.


Soo Yeon menerima handphone itu, dan bukannya mendengar ibu menyebutkan bumbu dasar, tapi ia malah mendengar pertanyaan khawatir dari ibu, apakah telah terjadi sesuatu pada Jung Woo? Dari suaranya ibu merasa kalau telah terjadi sesuatu pada Jung Woo.

Ibu mengatakan kalau semalam Jung Woo meneleponnya dan mengatakan kalau ia merindukan kekasihnya (aein), sesuatu yang selalu ia katakan jika ia sedang memiliki masalah. Soo Yeon menjawab kalau ia sedikit membuat Jung Woo kesal dan berjanji akan membuat perasaan Jung Woo kembali baik dan akan membawanya pulang kembali.


Ibu berkata kalau sudah jarang pria seperti Jung Woo sekarang ini, yang rela lari kesana kemari untuk mencari Soo Yeon, “Jadi kau harus baik kepadanya, ya.”


Soo Yeon mengerti dan tahu sejak awal betapa anehnya Jung Woo itu, karena Jung Woo mau menjadi temannya saat itu, “Dan ia semakin hari semakin aneh,” kata Soo Yeon sambil tersenyum sayang pada Jung Woo, yang sedang menyombongkan hasil tangkapannya pada pemilik toko.


Membicarakan orang yang sama-sama mereka sayangi itu membuat ibu bertanya, “Hei.. saat kau melihatnya, apakah ia tak mengingatkanmu pada seseorang?”


Soo Yeon kembali menoleh pada Jung Woo yang tampak senang melihat gambar-gambar yang ada dikameranya, “Kupikir aku tahu,” dan ia kembali tersenyum saat Jung Woo mengambil botol soju dan mengajaknya minum di siang bolong.  


Ia pun berpamitan pada ibunya dan setelah menutup telepon, dengan nada riang Soo Yeon pun mengatakan kalau ia akan membakar ikannya saja, “Kurasa jika aku membuatmu cukup mabuk, aku akan dapat mendengarmu menyanyi, kan?”


Di jalan, Jung Woo memberi 4 pilihan jawaban : Yongchilbong, Munpilbong, Yonggapbong, Gaegolsan, dan menyuruh Soo Yeon menjawab yang benar. Pertanyaannya? Tak ada. Soo Yeon tertawa mendengar konyolnya pertanyaan itu. Ia asal menebak dan menjawab Gaegolsan, dan Jung  Woo pura-pura terkejut mengetahui kalau jawaban Soo Yeon benar dan menyuruh Soo Yeon untuk mengucapkan harapannya.

Yaelah.. mau minta Soo Yeon untuk mengatakan harapannya aja pake muter-muter.


Walau caranya konyol, tapi Soo Yeon tetap mengatakan harapannya, “Aku ngin kembali ke satu hari tertentu 14 tahun yang lalu, atau jika tak memungkinkan aku ingin hidup seperti di hari itu sepanjang sisa hidupku.”


Jung Woo ingin tahu hari apa itu. Ternyata hari yang dimaksud Soo Yeon adalah hari dimana mereka semua bermain memperebutkan jepit jemuran di luar rumah bersama Detektif Kim.


“Pada saat itulah, untuk pertama kalinya dalam hidupku aku melihat ibu tersenyum bahagia seperti itu. Dan untuk pertama kalinya, ibu memujiku bahkan mengatakan kalau aku lebih cantik daripada Eun Joo. Jika saja saat itu kita makan ayam bakar, pasti saat itu menjadi lebih sempurna.”


Ayam bakar? Jung Woo terkejut mendengar makanan yang tiba-tiba muncul dalam harapan Soo Yeon. Tapi kata Soo Yeon, makanan itu adalah bagian dari imajinasinya saja, karena kejadian itu tak pernah terjadi dalam hidupnya. Dan dengan bersemangat, ia menceritakan impiannya,

“Saat itu aku sedang tidur di kamar, dan tiba-tiba ayahku membangunkanku dan berkata, ‘Soo Yeon-ah..ayo kita makan ayam bakar’, Kemudian ibuku marah karena ayah telah membangunkanku. Tapi kemudian ayah memberikan amplop gaji pada ibuku dan ibu langsung berteriak, ‘Sayang, kau adalah yang terbaik’ dan kemudian memberinya sebuah pelukan, bahkan juga memberikan ciuman di pipi.”
Soo Yeon : “Aku kemudian tak bisa tidur karena terlalu kenyang makan ayam bakar. Jadi kami berjalan-jalan di halaman sebentar, dan kemudian kami berlari berkejaran seperti yang pernah kita lakukan pada malam itu.”
Aww… sesederhana itu.

Jung Woo tersenyum mendengar impian Soo Yeon dan berkata kalau Soo Yeon tak punya pilihan lain, “Kupikir kau harus hidup denganku.”


“Hah?”

“Karena begitulah caraku menjalani hidupku nanti,” kata Jung Woo sambil tersenyum, “Ayam bakar, bekerja untuk digaji, ciuman, dan setelah berjalan-jalan malam, aku ingin menambahkan sedikit. Istriku akan mengobati luka karena pekerjaan ketika aku berbaring di tempat tidur. Luka itu karena aku mengejar penjahat sepanjang hari. Ia juga mengganti perban yang menutupi luka lamaku, dan luka lama itu semuanya laaangsung sembuh.”


Soo Yeon tersenyum lebar mendengar impian Jung Woo. Tapi tidak saat mendengar lanjutannya, “Dan setelah itu aku ingin mengatakan ini pada istriku, 'Yongchilbong, Yongpilbong, Yonggapbong, Dotdaesan, Gaegolsan, Naesan...' semuanya adalah nama gunung yang berbeda. Ada 6 nama, dan sejumlah itulah nama untuk anak-anakku.”


Whaa… Jung Woo ingin memiliki 6 anak?  Soo Yeon merengut. Apa Jung Woo sedang menggodanya? Tapi Jung Woo bukan ingin menggoda Soo Yeon, “Tapi aku ingin melihatmu tersenyum dengan lebar.”

Soo Yeon tersenyum mendengarnya dan berkata kalau dia memiliki nama ‘No 27, Zoe Lou, Lee Soo Yeon’, “Tapi sekarang.. aku akan hidup dengan nama asliku. Lee Soo Yeon.”

Jung Woo mengucap nama Soo Yeon berkali-kali dan  mengatakan kalau nama itu sangatlah cantik. Dan ia pun mengajak Soo Yeon untuk berjalan-jalan.

Ahh.. apa ini bagian dari salah satu impian mereka?


Soo Yeon menceritakan kata-kata ibunya tentang Jung Woo yang mengingatkannya pada seseorang, yaitu Detektif Kim. Jung Woo tak membantah hal itu, karena ia memang mencoba meniru Detektif Kim.

“Saat aku remaja, di mataku ia terlihat sangat hebat,” dan Jung Woo pun memberi hormat ala Detektif Kim. “Untuk menjadi manusia yang baik, itulah impianku. Saat ia keluar dari kepolisian untuk mencarimu, saat itulah kurasa ia menyadari impian itu. Dan sekarang aku juga sedang mencobanya.”


Jung Woo menyuruh Soo Yeon menebak kapan pertama kali ia melihat Soo Yeon. Soo Yeon langsung menebak di taman bermain. Jung Woo langsung menggelang, tapi ia tak mau memberitahukannya, membuat Soo Yeon penasaran dan meminta Jung Woo untuk memberitahukannya.

Jung Woo tetap tak mau. Ia malah menarik Soo Yeon dalam pelukannya dan mencium Soo Yeon, hingga Soo Yeon lupa akan pertanyaan yang membuat penasaran.


Tapi dalam hati Jung Woo menjawab pertanyaan Soo Yeon,


Saat itu kau berdiri menundukkan kepala, walaupun kau sama sekali tak berdosa. Tapi aku tak akan pernah menundukkan kepala karena (dosa) ayahku. Soo Yeon-ah.. Marilah kita saling mencintai, lebih dari yang sebelumnya.”


Pada Mi Ran yang masih tergeletak sakit, Tae Joon memarahinya karena berani mencoba menipunya, bahkan malah melakukan hal itu bersama Kang Hyung Joon. Dan ia menyuruh Mi Ran untuk melakukan apa yang ia perintahkan. Karena jika ia tidak menghentikan Hyung Joon, Hyung Joon akan terus mengejar Mi Ran, “Kau tahu apa maksudku, kan?”

Eun Joo pergi ke rumah sakit untuk mengantarkan makanan dari ibu untuk Mi Ran, yang ia titipkan pada Ah Reum. Ah Reum bertanya tentang keadaan tante Jung Woo, dan Eun Joo menenangkan kalau wanita itu baik-baik saja, “Kau tahu kan bagaimana ibuku? Mereka sekarang malah menjadi sahabat.”


Mereka tak menyadari kalau mereka melewati Hyung Joon yang duduk di ruang tunggu, dan mendengarkan pembicaraan mereka.


Ketika pulang ke rumah, Ayah Joo sudah mencegat mereka dan langsung mencecar sepasang kekasih itu, “Kalian ini ternyata bukan sedang melakukan misi rahasia, ya? Tapi kencan rahasia?”


Soo Yeon malu dan diam-diam melepas genggaman tangan mereka. Tapi Jung Woo tak membantah malah memuji Ayah Joo yang sangat cerdik.


Ayah Joo bertanya apa saja yang mereka beli dari pasar, dan saat mengetahui kalau tak ada soju, maka Ayah Joo menarik Soo Yeon pergi untuk mencarinya. Tentu saja hal ini membuat Soo Yeon dan Jung Woo bingung.

Dengan pandangan matanya, Ayah Joo mengisyaratkan ada orang yang menunggu, dan ia menarik Soo Yeon dan berbicara panjang lebar padanya.


Jung Woo mencari-cari orang yang menungguinya. Dan ada tangan muncul di belakang batu, melambai-lambai padanya. Ternyata Detektif Joo.

 
Detektif Joo memberitahu kalau Mi Ran belum sadar namun sudah pindah ke kamar biasa dan sedang ditunggui terus menerus oleh ayahnya. Jung Woo langsung waspada dan meminta seniornya untuk mengirim detektif Ahn ke rumah sakit, “Masalah akan semakin rumit jika Harry, ayahku dan ibu tiriku saling bertemu.”

Jung Woo mengajak Detektif Joo untuk masuk, tapi seniornya itu menolak, karena kehadirannya pasti akan membuat Soo Yeon tak nyaman. Kedatangannya kemari karena perintah atasan mereka untuk mengajak Jung Woo kembali ke Seoul karena merasa akan ada masalah yang akan timbul. Tapi Jung Woo tak bisa melakukannya sekarang, karena itulah keinginan Harry.


Ia juga memberitahu tentang ibu Harry, Kang Hyun Joo, yang ada di rumah ibu Soo Yeon sekarang. Tentu saja Detektif Joo terkejut dan menyalahkan Jung Woo yang baru mengatakannya sekarang, “Kita akan mengambil rambutnya dan mencocokkannnya dengan DNA Harry, jadi kita bisa menangkap Harry akan kebohongan..”


“Kita tak punya bukti akan adanya pembunuhan,” sela Jung Woo. ”Tak ada gunanya menahannya dengan alasan lemah dan tanpa bukti yang kuat. Ia pasti bisa lolos dengan mengandalkan pengacaranya.”

Jung Woo meminta seniornya untuk memeriksa lagi akan dokumen adopsi yang mungkin bisa menunjukkan hubungan antara Harry dan Sekretaris Yoon. Seniornya mengatakan kalau dugaan Jung Woo sama dengan dugaan Kakek Choi yang mencurigai hubungan mereka berdua.


Sebelum pergi, Detektif Joo mencoba menenangkan Jung Woo,  kalau mereka bisa berharap pada kesaksian Mi Ran setelah Mi Ran pulih. Namun jika hal itu tak berhasil, maka mereka dapat mulai mengungkapkan hubungan ibu dan anak antara Hyun Joo dan Hyung Joon.

Sepertinya ibu benar-benar menganggap Hyun Joo sebagai temannya, karena ia dan Eun Joo membawa Hyun Joo untuk berjalan-jalan di pasar. Ia juga menyuruh Hyun Joo untuk memilih makanan yang ia mau, karena anaknya Eun Joo yang akan mentraktir mereka makan.


Saat ibu akan pergi sebentar, Hyun Joo yang sudah mulai tergantung pada ibu, mencoba mengikutinya. Tapi Eun Joo dengan sabar menahan Hyun Joo, dan menenangkannya karena ibu hanya pergi sebentar saja.


Mereka tak menyadari kalau Hyung Joon menguntit mereka, karena mereka pun juga tak mengenal siapa Hyung Joon. Eun Joo yang mengajak Hyun Joo makan terlebih dulu pun juga hanya menatap Hyung Joon sekilas, saat Hyung Joon duduk di sebelah Hyun Joo untuk ikut memesan mie.

Walaupun sedang makan, Hyun Joo tetap tak mau melepaskan bunga plastiknya, dan mengatakan kalau bunga itu untuk bayinya. Karena sudah lama Hyun Joo tak pernah menggunakan sumpit, maka ia sangatlah kikuk hingga menjatuhkan mie yang masih panas. Buru-buru Eun Joo mencarikan lap untuk Hyun Joo, meninggalkan mereka berdua.


Ditinggal berdua, Hyung Joon pun bisa menatap ibunya. Menunggu ibunya untuk menyapanya. Namun selama itu ibunya hanya menatapnya, tapi tak mengenalinya.


Maka Hyung Joon meraih kedua tangan ibunya dengan kasar, hingga bunga yang dipegang Hyun Joo terjatuh. Hyun Joo menjerit memanggil-manggil bayi pada bunganya yang terjatuh. Tapi Hyung Joon tak peduli. Ia menaruh bandul kalung hati ke tangan ibunya dan berkata, “Aku tak membutuhkan ini lagi.”


Ia pun berlalu pergi, meninggalkan Hyun Joo  yang tercenung menatap bandul itu. Eun Joo datang dan segera membersihkan mie dari pangkuan Hyun Joo, tapi Hyun Joo masih menatap bandul itu, seolah mulai mengingat sesuatu.


Dan ia memang mengingatnya karena ia mulai memanggil bayi pada Hyung Joon yang berlalu pergi.  Tapi Hyung Joon yang masih bisa mendengarnya tetap berjalan,  tak mempedulikan teriakan ibunya yang mengulurkan bandul kunci yang selalu ia pegang, “Hyung Joon..Aku akan memberikan ini untuk Hyung Joon.. Ini untuk Hyung Joon!”

Untung ibu Soo Yeon datang dan sempat menabrak Hyung Joon. Tapi perhatiannya hanya pada Hyun Joo, dan menenangkannya.


Hyung Joon langsung kembali ke rumah dan kembali ke kamar rahasianya. Tempat satu-satunya yang bisa menampung perasaannya.


Jung Woo dan Soo Yeon makan dan minum soju. Setelah gelas keempat, Soo Yeon mulai meminta Jung Woo untuk menyanyikan sebuah lagu. Dan Jung Woo pun menyanyikan lagu anak-anak. Tentang hewan dan bunyinya. Mulanya Jung Woo bercanda dengan menyanyikan suara semua hewan (ayam, angsa, kambing dan sapi) dengan suara kukuruyuk. Namun kemudian ia menyanyi dengan lebih serius, tapi Soo Yeon tetap cekikikan mendengarnya.


“Di dalam kandang ayam, ayam berbunyi.. petok-petok-petok
Di dekat pintu ada angsa berbunyi.. kwang-kwang-kwang
Di bawah pohon, domba berkata .. mbeek mbeek..
Di padang rumput, sapi berbunyi.. mmooo-mmoo..
Di jalan, polisi berbunyi..”


..BERHENTI DI SITU!!” teriak Jung Woo sambil mengacungkan tangannya, mengagetkan Soo Yeon.


Jung Woo pun menjelaskan arti dalam lagu anak-anak itu, “Itu berarti setiap orang harus menjalani hidupnya, melakukan apa yang harus mereka lakukan. Itulah yang dikatakan Detektif Kim padaku.”


Soo Yeon menggoda Jung Woo kalau sebenarnya Jung Woo menjadi detektif bukan karena Soo Yeon, tapi karena Detektif Kim. Jung Woo pun pura-pura terbelalak kaget karena ketahuan.

Tapi Soo Yeon melihat Jung Woo memang pantas menjadi seorang detektif, “Karena itu marilah kita kembali ke Seoul sekarang.”

Jung Woo mencoba menyela Soo Yeon. Tapi Soo Yeon tetap berkata kalau Jung Woo pasti sekarang merasa cemas setelah apa yang ia katakan kemarin, “Aku dapat sabar menunggu di kantor polisi. Ah.. saat itu aku akan merajut syal untukmu. Jadi, pergilah dan mulailah menyelidiki. Aku akan sabar menunggumu.”


Jung Woo meraih tangan Soo Yeon dan menggenggamnya. Ia tak mau membuat Soo Yeon lebih menderita lagi. Sebagai gantinya, ia akan meminta ibu Soo Yeon untuk datang kemari sehingga Soo Yeon dapat tinggal dengan aman.


“Bukankah lebih aman jika aku bersama denganmu?” tanya Soo Yeon. “Semua ini kan terjadi karenaku. Aku ingin mencoba menghentikan Harry, tapi ternyata aku tak mampu. Kau yang harus melakukan ini untukku.”


“Aku akan marah jika kau memihaknya,” kata Jung Woo. “Ia telah membunuh orang. Aku tak dapat bersimpati padanya.”

Soo Yeon membenarkan kalau Harry patut dihukum, “Tapi perlakukanlah dia sama seperti kau memperlakukanku,” pintanya.


Ia dulu sangat membenci Jung Woo. Dan karena ia tak punya cara untuk meluapkan kemarahannya, maka ia bersumpah untuk membalas dendam dan Jung Woo pun pasti merasakan bagaimana ia menyiksa Jung Woo, “Tapi.. karena kau begitu mencintaiku, semua kebencianku luntur saat itu. Begitu pula penderitaanku.”

Soo Yeon tak menyangka akan perasaan Harry padanya dan bahkan ia tak menyadari perasaan itu selama 14 tahun ini. Karena itulah ia merasa sedih.


“Tapi Harry telah berbohong,” kata Jung Woo mengingatkan.

“Ia juga adalah keluargaku,” kata Soo Yeon juga mengingatkan, “Sama seperti kau menyayangi ibuku dan Eun Joo. Dua pembunuhan. Itu memang hal yang mengejutkan. Tapi kenyataan kalau aku tak pernah menyadari sisi Harry yang itu.. ” Soo Yeon sesaat terdiam seakan menyalahkan diri sendiri,  “Apakah kau dapat memahaminya?”

Jung Woo termenung, memikirkan kata-kata Soo Yeon. Dan ia pun mengangguk. Ia memahami hal itu. Karena ia juga terkejut setelah mengetahui peran ayahnya dalam masalah ini.
Menghadapi kenyataan kalau Harry adalah keluarga Soo Yeon saat mereka terpisah, dan kenyataan kalau ia adalah anak ayahnya, “Apa sebaiknya kita minum satu gelas lagi? Ayo kita minum gelas kelima kita.”

Saat Jung Woo pergi, handphone Jung Woo berbunyi dan Soo Yeon langsung mengangkatnya. Ternyata Detektif Joo yang ingin berbicara dengan Jung Woo. Tapi Soo Yeon meminta detektif Joo untuk berbicara padanya.

Detektif Joo ragu untuk menyampaikan berita yang akan ia sampaikan, “Hwang Mi Ran telah sadar. Dan ia berkata kalau pelakunya adalah dirimu. Katanya kau yang meracuninya.”

Soo Yeon terkesiap mendengarnya. Jung Woo yang sedari tadi memperhatikan, langsung mengambil handphone itu dari tangan Soo Yeon dan mendengar ucapan seniornya yang tadi mengejutkan Soo Yeon. Tentu saja hal ini membuat Jung Woo shock dan marah.

Dengan lesu Soo Yeon berkata kalau ini adalah tindakan Harry yang menyuruh Mi Ran untuk melakukannya, “Ia pasti benar-benar membenciku.”

“Kalau ia membenci ayahku, seharusnya ia membidikku. Kenapa ia harus melakukan hal ini kepadamu?” tanya Jung Woo marah.

“Karena ia ingin melihatmu marah seperti yang sekarang kau lakukan saat ini,” kata Soo Yeon yang dapat menebak pikiran Harry. “Kita pun juga berencana akan kembali. Kau.. pasti akan menyelamatkanku, kan?”


Setelah pengakuan itu, Tae Joon menelepon Hyung Joon dan mengatakan kalau ia telah melakukan semuanya. Ia meminta Hyung Joon untuk mengembalikan semua uang yang dimiliki oleh bank-nya dan sebagai gantinya ia akan memberikan dimana keberadaan Soo Yeon sekarang.

Hyung Joon langsung bangkit, jelas tertarik dengan tawaran itu.


Soo Yeon keluar dari kamar mandi, melihat Jung Woo termenung. Tak mengatakan apa yang ia pikirkan, Jung Woo memperhatikan codet di kaki Soo Yeon. Ia menyentuh kaki Soo Yeon dan bertanya apakah luka itu masih sakit?

Soo Yeon menggeleng. Berkat Jung Woo, codet di kakinya tak lagi mengingatkannya pada saat ia melarikan diri dari ayahnya, tapi mengingatkannya pada Jung Woo yang menyentuh kakinya seperti yang baru saja Jung Woo lakukan. Mungkin hal itu terjadi karena tangan Jung Woo yang menyihirnya.

Jung Woo menatap Soo Yeon dan memintanya berjanji untuk menemuinya di hari pertama salju di musim dingin berikutnya, “Jangan membuat janji dengan yang lain, karena ada yang harus kau lakukan bersamaku.”

Tapi Jung Woo hanya tersenyum saat Soo Yeon yang penasaran akan apa yang harus mereka lakukan di hari itu.

Keesokan harinya, Jung Woo melihat kalau polisi sudah menunggunya. Tapi ia terkejut melihat Hyung Joon pun juga ada di sana. Saat Soo Yeon muncul, ia menyuruh Soo Yeon untuk memakai mantelnya terlebih dulu, untuk mencegah Soo Yeon melihat Hyung Joon.


Ia pun menemui Hyung Joon dan menyuruhnya, “Bocah, pergilah sebelum Soo Yeon keluar.”

Tapi Hyung Joon tersenyum dan malah menyuruh Jung Woo berlutut padanya karena ia mungkin akan mengaku, “Apa kau tahu apa artinya? Hanya aku yang dapat menyelamatkannya.”

Jung Woo menatap Hyung Joon, tak menggubris gertakan Hyung Joon, “Aku .. akan menangkapmu.”

Bersamaan dengan itu, Soo Yeon keluar dan Hyung Joon tersenyum menyambut Soo Yeon dengan mengulurkan tangannya, “Kemarilah, Zoe. Aku akan melakukan apapun yang ingin kau lakukan.”

Soo Yeon berkata pada Jung Woo kalau ia akan mengembalikan sesuatu padanya Harry terlebih dahulu. Jung Woo pun membiarkan Soo Yeon berjalan ke arah Hyung Joon.


Perlahan-lahan Soo Yeon meraih uluran tangan Hyung Joon, membuat Hyung Joon tersenyum senang. Tapi ternyata Soo Yeon hanya ingin mengembalikan kalung kunci yang pernah ia terima, tapi kalung itu terjatuh. Hyung Joon kaget, menatap Soo Yeon tak percaya.


Soo Yeon memegang tangan Hyung Joon, “Joon-ah.. dengan tangan yang pernah menyelamatkanku.. kenapa.. bagaimana mungkin .. kau bisa membunuh orang?” Soo Yeon terjatuh, masih tak dapat mempercayai. Ia menggenggam tangan Hyung Joon, “Kenapa kau melakukannya? Kenapa?”


Hyung Joon marah dan melepaskan tangan Soo Yeon, “Pergi! Jika kau seperti ini, lebih baik pergi saja!”


Hyung Joon membungkuk untuk mengambil kalung itu. Dan Jung Woo pun menunduk untuk meraih Soo Yeon dalam pelukannya.


“Kang Hyung Joon. Saat itu aku pernah iri padamu. Saat Soo Yeon mempercayaimu dan saat Soo Yeon membenciku, pada saat itu seharusnya kau membawanya pergi ke Paris. Soo Yeon telah memberikan semua kesempatan itu, tapi karena kebencianmu pada Han Tae Joon, kau melepaskan Soo Yeon,” Jung Woo mempererat pelukannya, “Sekarang Soo Yeon akan mendapat hukuman atas segala dosamu.”

Hyung Joon menatap Soo Yeon, menyadari kalau Soo Yeon tak akan kembali padanya dan memilih untuk menghadapi penjara.

“Larilah,” kata Jung Woo geram. “Karena jika kau tertangkap olehku, kau akan mati.”


Dan iapun mengajak Soo Yeon pergi untuk masuk ke mobil polisi. Hyung Joon pun hanya dapat melihat Soo Yeon yang masuk ke dalam mobil polisi bersama Jung Woo, meninggalkan Hyung Joon sendiri dengan kalung di tangan.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Templates grátis free